REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Media Turki melaporkan kepolisian memerintahkan petugas mencegah masyarakat merekam pasukan keamanan yang sedang bertugas dengan telepon pintar. Kritikus mengatakan langkah tersebut melanggar hukum.
Instruksi tersebut tersebar dalam bentuk notifikasi di markas besar polisi Turki. Para penentangnya menilai perintah tersebut akan semakin mempersulit upaya identifikasi pelanggaran hak asasi manusia dalam unjuk rasa atau kegiatan yang menugaskan polisi.
Situs berita Oda TV, Sabtu (1/5), melaporkan notifikasi itu mengatakan petugas harusnya tidak mengizinkan suaranya atau dirinya direkam tanpa izin saat sedang melaksanakan tugas. Sebab hal itu dapat melanggar privasi dan melibatkan penyebaran data personal yang melanggar hukum.
Kepolisian Turki belum mengonfirmasi laporan ini. Notifikasi itu mengatakan polisi dapat menindak orang yang yang merekamnya baik hanya rekaman suara atau video.
"Pelanggaran-pelanggaran ini mencapai dalam tahap mencegah pelaksaanaan tugas, kerap kali dipublikasikan ke platform-platform digital dalam cara yang melanggar hak pribadi dan keamanan personil atau warga," kata notifikasi tersebut.
Kepala asosiasi pengacara, Istanbul Bar Association Mehmet Durakoglu mengkritik langkah tersebut. Ia mengatakan masalah ini seharusnya diatasi dengan undang-undang bukan perintah polisi.
"Tidak benar mencegah identifikasi pelanggaran hak asasi manusia untuk data pribadi,"katanya.
Bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi sesuatu yang kerap terjadi di Turki. Polisi biasanya menggunakan gas air mata, water canon dan tongkat. Tindakan itu sering direkam dan diunggah ke media sosial.
"Kami harus membuat keputusan, penting bagi kami untuk mengidentifikasi pelanggaran atau kami harus mempertimbangkan data pribadi petugas polisi," kata Durakoglu.