REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India membuka vaksinasi untuk semua kategori orang dewasa pada Sabtu (1/5). Ambisi ini tidak dibarengi dengan pasokan vaksin yang cukup karena India masih kekurangan dosis.
India menerima gelombang pertama vaksin Sputnik V yang diimpor dari Rusia pada Sabtu. Moskow telah menandatangani kesepakatan dengan perusahaan farmasi India untuk mendistribusikan 125 juta dosis.
Pembuat vaksin terbesar di dunia masih kekurangan pasokan akibat kelambanan manufaktur dan kekurangan bahan baku yang menunda peluncurannya di beberapa negara bagian. Bahkan di tempat-tempat dosis tersedia, perbedaan ekonomi negara yang luas membuat akses ke vaksin tidak konsisten.
Tapi, India masih kekurangan dosis, terlebih lagi telah berjanji untuk mengirimkan vaksin ke luar negeri sebagai bagian dari program berbagi vaksin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Covax, yang bergantung pada pasokannya. Pembuat vaksin India menghasilkan sekitar 70 juta dosis setiap bulan dari dua suntikan yang disetujui, vaksin AstraZeneca dibuat oleh Serum Institute of India dan satu lagi dibuat oleh Bharat Biotech.
Pemerintah federal membeli setengah dari vaksin itu untuk diberikan kepada negara bagian. Setengah sisanya kemudian dapat dibeli oleh rumah sakit negara bagian dan swasta untuk diberikan kepada siapa pun yang berusia di atas 18 tahun, tetapi dengan harga yang ditetapkan oleh perusahaan.
Hanya sebagian kecil dari populasi India yang mampu membayar harga yang dikenakan oleh rumah sakit swasta untuk suntikan tersebut. Kondisi ini membuat negara bagian akan dibebani dengan mengimunisasi 600 juta orang dewasa India yang lebih muda dari 45 tahun. Sementara pemerintah federal memberikan suntikan kepada 300 juta perawatan kesehatan dan pekerja garis depan dan orang-orang yang berusia lebih dari 45 tahun.
Sejauh ini, vaksin pemerintah gratis dan rumah sakit swasta telah diizinkan untuk menjual suntikan dengan harga yang dibatasi 250 rupee. Namun, dengan keputusan harga untuk pemerintah negara bagian dan rumah sakit swasta akan ditentukan oleh perusahaan vaksin ini menyulitkan.
Beberapa negara bagian mungkin tidak dapat menyediakan vaksin secara gratis karena membayar dua kali lipat dari pemerintah federal untuk suntikan yang sama. Harga vaksin di rumah sakit swasta pun bisa naik.
Pemerintah federal membeli setiap tembakan seharga 150 rupee. Institut Serum akan menjual ke negara bagian dengan harga masing-masing 300 rupee dab kepada pemain swasta masing-masing seharga 600 rupee. Bharat Biotech mengatakan akan menagih negara 400 rupee untuk satu dosis dan pemain swasta 1.200 rupee.
Pakar kebijakan kesehatan, Chandrakant Lahariya, menyatakan kondisi ini akibat pemerintah negara bagian dan pemain swasta bersaing untuk mendapatkan suntikan di pasar yang sama. Negara bagian membayar lebih sedikit untuk dosisnya, pembuat vaksin dapat meraup lebih banyak keuntungan dengan menjual ke sektor swasta. Biaya tersebut kemudian dapat dibebankan kepada orang-orang yang menerima tembakan, sehingga meningkatkan ketidakadilan.
"Tidak ada logika bahwa dua pemerintah yang berbeda harus membayar dua harga," kata Lahariya.
Masalah harga dapat memperdalam ketidakadilan hanyalah halangan terbaru dalam upaya imunisasi yang lamban di India. Kurang dari 2 persen populasi telah diimunisasi lengkap terhadap Covid-19 dan sekitar 10 persen telah menerima satu dosis.
Tingkat imunisasi juga menurun. Jumlah rata-rata pengambilan dosis per hari turun dari lebih dari 3,6 juta pada awal April menjadi kurang dari 2,5 juta saat ini.