REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Para ilmuwan yang tergabung dalam Indian SARS-CoV-2 Genetics Consortium (INSACOG) mengatakan telah menemukan lebih banyak mutasi Covid-19 di negara tersebut. Mereka menilai, hal itu perlu dilacak dengan cermat.
“Kami melihat beberapa mutasi (Covid-19) muncul pada beberapa sampel yang mungkin dapat menghindari respons kekebalan,” kata Ketua INSACOG Shahid Jameel saat diwawancara Reuters, Sabtu (1/5).
Jameel adalah seorang virolog ternama India. Dia menjelaskan, virus-virus tersebut mesti dibiakkan dan diuji di laboratorium guna memastikan.
“Saat ini, tidak ada alasan untuk percaya bahwa mereka berkembang atau apakah mereka bisa berbahaya, tapi kami menandainya sehingga kami bisa mengawasinya,” ucap Jameel.
INSACOG adalah sebuah forum penasihat ilmiah yang dibentuk Pemerintah India. INSACOG menyatukan 10 laboratorium penelitian nasional. Saat ini para ilmuwan sedang mempelajari apa yang menyebabkan India menghadapi lonjakan tajam kasus baru Covid-19. Pada Sabtu, India melaporkan lebih dari 400 ribu kasus baru untuk pertama kalinya sejak pandemi.
Salah satu varian Covid-19 yang sedang diteliti adalah B.1.617. Ia merupakan yang pertama kali terdeteksi di India. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) varian tersebut telah menyebar ke setidaknya 17 negara.
WHO telah mencantumkan B.1.617, yang menghitung beberapa sub-garis keturunan dengan mutasi dan karakteristik sedikit berbeda, sebagai "variant of interest". Namun sejauh ini, WHO tidak lagi menyatakannya sebagai "variant of concern”. Label itu menunjukkan bahwa varian baru terkait lebih berbahaya daripada versi asli virus. Misalnya, karena lebih menular, mematikan, atau memiliki resistansi terhadap vaksin.
Mutasi Covid-19 yang sudah dilabeli variant of concern oleh WHO antara lain yang pertama kali terdeteksi di Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan. WHO mengakui pemodelan pendahuluannya berdasarkan urutan yang dikirimkan ke GISAID menunjukkan bahwa B.1.617 memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada varian lain di India. Hal itu menunjukkan potensi peningkatan penularan.
WHO menyebut varian lain yang beredar pada saat bersamaan di India menunjukkan peningkatan transmisi. Menurutnya kombinasi tersebut mungkin memainkan peran dalam lonjakan tajam kasus baru Covid-19 di sana. “Memang, penelitian telah menyoroti bahwa penyebaran gelombang kedua jauh lebih cepat daripada yang pertama,” kata WHO.
Kendati demikian, WHO menilai factor lain dapat berkontribusi terhadap lonjakan tersebut. Misalnya, karena minimnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan “pembiaran” pertemuan massal. "Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk memahami kontribusi relatif dari faktor-faktor ini," ujarnya.
WHO mengatakan studi mendalam terkait karakteristik B.1.617 dan varian lainnya, termasuk pada penularan, keparahan, dan risiko reinfeksi, sangat dibutuhkan.