REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para menteri luar negeri negara-negara G7 pada Selasa (4/5) membahas berbagai "masalah kritis global" termasuk kudeta di Myanmar.
Pertemuan Menteri Luar Negeri dan Pembangunan G7 di London adalah tatap muka diplomatik besar pertama sejak awal pandemi Covid-19, sekaligus pertemuan pertama para menlu G7 sejak 2019.
Selama pertemuan itu, Menlu Inggris Dominic Raab memimpin diskusi tentang masalah geopolitik yang mengancam demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia, seperti di Rusia, China, dan Iran, krisis di Myanmar dan Ethiopia, dan perang saudara di Suriah.
Raab juga mendesak negara-negara G7 untuk mengambil tindakan lebih tegas terhadap militer Myanmar.
"Ini termasuk memperberat sanksi untuk individu dan entitas yang terkait dengan junta, dukungan untuk embargo senjata, dan peningkatan bantuan kemanusiaan," papar pernyataan forum.
Unjuk rasa pro-demokrasi terus berlangsung di kota-kota besar di Myanmar sejak junta mengambil alih pemerintahan pada 1 Februari. Militer menggulingkan pemerintahan terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi, menahan para pejabat sipil, dan menindak pengunjuk rasa antikudeta dengan kekerasan.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengungkapkan setidaknya 766 orang terbunuh sejak kudeta militer.