Rabu 05 May 2021 10:33 WIB

Tujuh Warga Myanmar Diizinkan Masuk India

Warga Myanmar akan mendatangi kantor PBB urusan pengungsi di India

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Warga membersihkan jalan setelah protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Kamis (18/3). Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun semakin intensifnya tindakan keras terhadap demonstran oleh pasukan keamanan.
Foto:

Mengutip liputan media dari Myanmar, para hakim mengatakan tidak ada keraguan pada orang-orang tersebut mengingat hubungan dengan Organisasi Media Mizzima yang dilarang. "Menghadapi ancaman yang segera mengancam kehidupan dan kebebasan mereka jika mereka kembali," ujar hakim.

Pengadilan merasa adil dan pantas untuk memperluas perlindungan berdasarkan Pasal 21 Konstitusi kepada tujuh orang Myanmar tersebut. Hakim pun memberi mereka izin perjalanan yang aman ke New Delhi untuk memungkinkan mendapatkan perlindungan yang sesuai dari UNHCR.

Pengacara senior hak asasi manusia Nandita Haksar adalah sosok yang mengajukan petisi atas nama tujuh warga negara Myanmar karena kemungkinan dideportasi kembali ke Myanmar oleh Assam Rifles, pasukan paramiliter yang menjaga perbatasan India-Myanmar. Dia mengutip surat 10 Maret yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri India ke negara-negara bagian yang berbatasan dengan Myanmar dan Assam Rifles, yang memerintahkan  untuk memeriksa masuknya imigran ilegal dari Myanmar.

Surat yang dikeluarkan pemerintah India mengatakan negara bukan penandatangan Konvensi Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1951 atau protokol pada 1967. Kondisi itu membuat India tidak diwajibkan untuk memberikan perlindungan bagi warga negara Myanmar.

Ketujuh orang itu di antara ratusan warga Myanmar, termasuk polisi, personel militer, dan legislator, yang mencari perlindungan di negara bagian Manipur dan Mizoram di India. Mereka melarikan diri dari tindakan keras brutal menyusul kudeta militer pada 1 Februari. Banyak dari orang yang melarikan diri adalah anggota Gerakan Pembangkangan Sipil anti-kudeta (CDM) yang telah memprotes untuk menuntut pemulihan pemerintahan sipil di Myanmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement