REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Puluhan anggota Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) melarikan diri ke hutan untuk berlatih menggunakan senjata dalam upaya melawan junta. Mereka merangkak berlatih di sepanjang jalur hutan di sebuah desa kecil di dalam hutan Myanmar. Skenario penyergapan sudah dibuat, dan ancamannya adalah junta yang merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari.
CDM menyebabkan ribuan pekerja kerah putih dan biru, termasuk petugas medis dan guru, serta insinyur dan pekerja pabrik, meninggalkan pekerjaan mereka untuk bergerak dalam perlawanan terhadap kudeta.
Kini mereka ingin tahu bagaimana mempertahankan diri dari Tatmadaw yang terus menembak mati orang di jalan, mengerahkan granat dan mortir berpeluncur roket terhadap warganya sendiri, dan memburu mereka yang dicari untuk ditangkap di malam hari mengerikan. Mereka yang melarikan diri melakukan perjalanan ke daerah perbatasan yang dikuasai kelompok etnis bersenjata untuk diajari cara menembakkan senjata.
Para aktivis dilatih oleh Mayor Jenderal Nerdah Bo Mya yang merupakan kepala staf Organisasi Pertahanan Nasional Karen (KNDO), salah satu dari dua sayap bersenjata dari Serikat Nasional Karen (KNU). Kelompok ini merupakan kelompok pemberontak tertua di Myanmar yang mengklaim melindungi etnis minoritas suku Karen di negara bagian Karen tenggara.
Dia mengepalai program pelatihan dasar gratis. "Ini adalah tanggung jawab untuk melindungi kehidupan. Jika kita tidak melatih mereka, siapa yang akan membantu mereka?" ujar Bo Mya dikutip laman CNN, Rabu (5/5).
Taktik kekerasan yang semakin meningkat yang digunakan terhadap pengunjuk rasa telah menyebabkan lebih dari 760 orang gugur. Namun jumlah kematian sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Bo Mya mengatakan tidak satu pun dari 200 pengunjuk rasa anti-kudeta yang pernah dia latih pernah memegang senjata sebelumnya dan banyak yang masih kuliah. "Mereka cukup muda, usia mereka sekitar 24, 25, dan beberapa adalah perawat dan juga beberapa dokter dan staf medis," katanya.