Sebuah perusahaan Australia, Austal, dalam waktu dekat akan mendapatkan hak kelola sebuah fasilitas strategis di Filipina dengan akses ke Laut China Selatan.
Perusahaan pembuat kapal yang berbasis di Perth ini, pada saat bersamaan juga mengakhiri bisnis patungan di China.
Langkah ini dilakukan beberapa minggu setelah ABC melaporkan pasokan aluminium yang rusak dari Wuhan telah menyebabkan tertundanya salah satu proyek pertahanan Australia.
Dalam keterangan persnya, Duta Besar Australia untuk Filipina Steven Robinson membenarkan Austal semakin dekat untuk mengambilalih galangan kapal Hanjin di Teluk Subic yang strategis.
"Saya berharap akan ada kemajuan yang dicapai dalam satu atau dua bulan ke depan untuk finalisasi negosiasi ini," katanya, Senin (3/05/2021).
"Prosesnya masih dirahasiakan secara komersial sehingga saya tak bisa terlalu banyak membahas detailnya. Mari kita berharap ada hasil positif, yang akan menjadikan Austal semakin berkembang di Filipina," paparnya.
Pelabuhan yang dulu dikenal sebagai Naval Base Subic Bay itu pernah menjadi pangkalan bagi ribuan prajurit AL Amerika dan keluarganya sebelum meninggalkannya pada tahun 1992.
Teluk Subic Bay terletak di pantai barat Pulau Luzon, sekitar 100 kilometer barat laut dari Teluk Manila.
Saat ini kapal-kapal perang Australia dan Amerika masih sering berlabuh di sana. Marinir AS bahkan melakukan pendaratan pantai di dekat Provinsi Zambales.
Pada 2019, dua perusahaan China mengisyaratkan minat mereka di Teluk Subic, namun upaya Austal yang didukung oleh kepentingan AS, dianggap sebagai tawaran terkuat.
Minat berbagai pihak pada Teluk Subic kian berkembang dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan ekspansi militer China di Laut China Selatan yang berada di dekatnya.
Ketegangan antara Beijing dan Manila akibat sengketa di Laut China Selatan meningkat pekan ini setelah Menlu Filipina "mengusir" kapal-kapal China dari zona ekonomi eksklusif (ZEE) negaranya.
Menurut Peter Jennings dari Institut Kebijakan Strategis Australia, keberadaan Austral di Teluk Subic tidaklah mewakili kepentingan pemerintah Australia.
"Saat Austal masuk ke Teluk Subic, Austal tidak akan berada di sana untuk mempromosikan agenda pemerintah. Austal hanya akan berada di sana untuk mempromosikan kepentingan bisnis dan teknik serta menjalankan pelabuhan secara efisien," katanya.
"Ada perbedaan besar antara bagaimana bisnis Australia atau Amerika beroperasi dan bagaimana bisnis China beroperasi. Perbedaannya yaitu apa yang disebut dengan Partai Komunis China," ujar Jennings, yang sering mengeritik penyewaan Pelabuhan Darwin kepada perusahaan China.
Ketika dimintai konfirmasi, pihak Austal menolak mengomentari masalah Teluk Subic, dan mengatakan pihaknya terus "mencari peluang untuk memperluas operasinya jika sejalan dengan strategi pertumbuhan kami".
Austal akan akhiri bisnis di China
Pekan lalu, Austal mengumumkan telah memulai pembicaraan untuk menjual 40 persen sahamnya dalam bisnis pembuatan kapal yang didirikan lima tahun lalu di China, di tengah memburuknya hubungan kedua negara.
Pada 2016, Austal mendirikan Aulong Shipbuilding, sebuah usaha patungan dengan Jianglong Shipbuilding, untuk membangun kapal penumpang komersial dan non-militer untuk pasar China.
ABC pada bulan Maret mengungkapkan aluminium berkualitas buruk yang diimpor dari China oleh Austal telah menyebabkan penundaan pembuatan kapal patroli Cape Class baru untuk Angkatan Laut Australia senilai $350 juta.
Dalam rapat dengar pendapat di Senat, pihak AL Australia mengonfirmasi bahwa aluminium yang kualitasnya "tidak dapat diterima" itu dipasok dari Wuhan pada Februari 2020, pada saat pandemi COVID-19 muncul.
Pendiri dan ketua Austal John Rothwell mengungkapkan bahwa produk itu disertifikasi secara tidak benar, dan pemasok China mungkin juga menyediakan bahan berkualitas buruk untuk proyek pertahanan Australia lainnya.
"Pemasok mendapatkan aluminiumnya dari seluruh dunia, dalam hal ini dari China. Saya pikir pemasok telah memasok bahan untuk proyek pertahanan lainnya yang sekarang dipertanyakan," ujar Rothwell dalam podcast yang disiarkan belum lama ini.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.