Menteri luar negeri dari negara-negara yang tergabung dalam G7 berkumpul di London, Inggris pada Selasa (04/05) untuk membahas sejumlah masalah global yang menjadi perhatian. Namun, topik Cina muncul mendominasi agenda pertemuan mereka di hari itu.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan, ada kesepakatan di antara negara-negara anggota G7 tentang cara terbaik menghadapi Cina. Hal itu ia utarakan usai melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
"Kami semua berpendapat bahwa jauh lebih efektif jika kami mengangkat isu-isu seperti hak asasi manusia atau kebebasan pers bersama-sama,” kata Maas.
Dia juga menekankan adanya keinginan untuk menjangkau negara-negara di Afrika dan Amerika Latin – di mana Cina telah berusaha memperluas pengaruhnya – dengan tawaran kerja sama yang konkret.
Jelang pertemuan, Maas sempat mengungkapkan kekhawatirannya atas perilaku "negara otoriter”, yang ia sebut mencoba untuk "mempermainkan kita satu sama lain”, merujuk pada negara-negara anggota G7.
"Melanggar aturan tampaknya telah menjadi norma, entah itu di kawasan Indo-Pasifik, di Amerika Latin atau di Eropa Timur,” kata Maas.
Pergerakan geopolitik Rusia baru-baru ini juga turut mendapat perhatian, terutama terkait pemenjaraan Alexei Navalny dan situasi di Belarusia.
Apa kata AS soal Cina?
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang juga bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Selasa (04/05) mengatakan, "tujuan kami bukanlah untuk mencoba menahan atau mengendalikan Cina”.
"Apa yang kami lakukan adalah mencoba menegakkan tatanan berbasis aturan internasional yang telah begitu banyak negara kami investasikan selama beberapa dekade, bukan hanya untuk kepentingan warga negara kami sendiri, tapi juga bagi orang lain di seluruh dunia, termasuk Cina,” kata Blinken kepada wartawan, Senin (03/04).
Seorang pejabat senior AS mengatakan setelah sesi pada Selasa (04/05) bahwa "tidak ada perselisihan berarti” yang muncul dalam pertemuan G7 baik tentang masalah Cina maupun masalah lainnya.
Para menlu sama-sama menyuarakan kekhawatiran mereka tentang catatan hak asasi manusia Cina, termasuk soal penahanan massal Muslim Uighur, juga terkait kebijakan "koersif" Beijing terhadap negara lain, kata pejabat tersebut.
Perjanjian investasi UE-Cina ditangguhkan karena perselisihan diplomatik
Di sisi lain, Komisi Eropa pada Selasa (04/05) menangguhkan upaya untuk menyetujui kesepakatan investasi besar-besaran Uni Eropa (UE) dengan Cina. Pejabat UE sebutkan, isu ini tidak muncul dalam pembahasan G7.
Wakil Presiden Komisi Uni Eropa Valdis Dombrovskis mengatakan kepada kantor berita AFP, upaya untuk memenangkan persetujuan untuk kesepakatan investasi itu telah secara efektif ditangguhkan.
"Kami sekarang telah menangguhkan upaya pendekatan politik dari sisi Komisi Eropa,” kata Dombrovskis dalam sebuah wawancara. "Jelas bahwa dalam situasi saat ini dengan sanksi Uni Eropa yang diberlakukan terhadap Cina dan sanksi balasan Cina yang diberlakukan, termasuk terhadap anggota Parlemen Eropa, menjadikan situasi tidak kondusif untuk dilakukannya ratifikasi perjanjian,” tambahnya.
Seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan kepada DW bahwa proses ratifikasi belum dimulai, namun sedang dalam tinjauan hukum.
Menurut juru bicara tersebut, proses ratifikasi secara efektif dihentikan saat ini karena "tidak dapat dipisahkan dari dinamika yang berkembang antara hubungan UE-Cina yang lebih luas”. "Sanksi Cina "tidak dapat diterima dan sangat disesalkan,” tambah juru bicara itu.
Apa isi perjanjian UE-Cina?
Brussels dan Beijing sebelumnya telah menandatangani perjanjian investasi baru pada tahun 2020 yang dimaksudkan untuk menjamin kerangka kerja yang stabil dari kondisi perdagangan dan investasi di pasar dagang masing-masing.
Perjanjian Komprehensif UE-Cina tentang Investasi (CAI) itu ditandatangani pada bulan Desember setelah melewati tujuh tahun negosiasi. Namun, agar bisa diimplementasikan, perjanjian tersebut harus diratifikasi oleh negara-negara anggota UE dan Parlemen Eropa. Prosesnya tidak mudah karena harus menghadapi oposisi besar-besaran.
Perjanjian tersebut seharusnya akan menawarkan akses perusahan Eropa ke pasar Cina dan memfasilitasi investasi Cina di Eropa. Selain itu, perjanjian juga menetapkan ketentuan pembangunan berkelanjutan.
Mengapa hubungan UE-Cina memburuk?
Pada bulan Maret, UE menjatuhkan sanksi terhadap Cina atas perlakuannya terhadap minoritas Muslim Uighur di wilayah Xinjiang. Ini adalah sanksi hak asasi manusia pertama terhadap Cina sejak pembantaian Tiananmen Square tahun 1989.
Sebagai balasan, Beijing juga mengumumkan sanksi terhadap anggota Parlemen Eropa dan petinggi lainnya.
Keraguan atas kesepakatan itu muncul dalam beberapa bulan terakhir, dengan para ahli dan pendukung hak asasi manusia meminta UE membatalkan kesepakatan kerjasama investasi dengan Cina itu.
gtp/as (dpa, AFP, Reuters)