REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR – Seorang pemimpin terkemuka pro kebebasan Kashmir yang dikelola India, Muhammad Ashraf Sehrai, telah meninggal dunia di sebuah rumah sakit di selatan Kota Jammu. Dia meninggal dunia pada usia 77 tahun, dan berstatus sebagai tahanan politik.
Seorang pejabat dari rumah sakit Government Medical College di Jammu mengatakan, Sehrai negatif Covid-19 tetapi dia telah mengalami stres pernapasan.
Gabungan kelompok pro-kemerdekaan Kashmir, All Parties Hurriyat Conference (APHC) menuduh pihak berwenang tidak menganggap serius kondisi kesehatan Sehrai. "Meskipun ada seruan berulang kali untuk membebaskan tahanan politik yang ditempatkan di berbagai penjara atas dasar kemanusiaan, mengingat situasi bencana Covid-19. Pihak berwenang mempermainkan hidup mereka," kata pernyataan (APHC), dilansit Aljazirah, Rabu (5/5).
Sehrai adalah Presiden Tehreek-e-Hurriyat, yaitu sebuah kelompok pro kebebasan di Kashmir yang mengusulkan penggabungan Kashmir dengan Pakistan. Dia ditahan berdasarkan Public Safety Act (PSA), sebuah undang-undang yang mengizinkan penahanan tanpa pengadilan hingga satu tahun.
Sehrai adalah wakil dari Syed Ali Geelani, salah satu pemimpin perlawanan Kashmir paling berpengaruh yang tetap menjalani tahanan rumah selama bertahun-tahun. Sehrai menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai pembantu dekat Geelani dan asosiasi mereka dimulai pada tahun 1960-an ketika mereka menjadi bagian dari Jamat-e-Islam, atau versi lokal dari Ikhwanul Muslimin.
Putra bungsu Sehrai, Junaid Ashraf, adalah komandan tertinggi pasukan pemberontak yang berbasis di Pakistan, yaitu Hizbul Mujahideen. Ashraf meninggal dunia dalam baku tembak di kota utama Srinagar pada Mei 2019. Sehrai ditahan dan dipenjara beberapa bulan kemudian.
Sehrai ditahan di dalam penjara Udhampur, yang terletak sekitar 200 kilometer dari rumahnya. Keluarga Sehrai mengatakan, mereka tidak dapat menemuinua selama lima bulan karena pandemi Covid-19.
Putranya, Mujahid Sehrai mengatakan bahwa pihak keluarga telah diberitahu tadi malam tentang kesehatan ayahnya yang memburuk. Dia kemudian pergi ke Jammu untuk menengok ayahnya. Ketika tiba di Jammu, Mujahid Sehrai mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal dunia.
“Kami mendapat telepon bahwa dia tidak bisa bergerak dan telah dipindahkan ke rumah sakit. Saya memesan tiket dan mencapai Jammu pada sore hari. Sejak itu, saya menunggu jenazahnya dan kami diberi tahu bahwa mereka memiliki beberapa hal untuk diselesaikan. Kami belum bisa melihat wajahnya," katanya.
Mujahid Sehrai mengatakan, ayahnya menderita berbagai penyakit termasuk bronkitis dan kondisinya semakin memburuk di penjara. Mujahid mengatakan, dia dan keluarganya telah mengajukan petisi medis ke pengadilan dan mengajukan banding agar ayahnya diizinkan untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Namun upaya itu tidak berhasil.
“Kami akan mengiriminya obat-obatan setiap bulan dari rumah. Kami juga telah mengajukan petisi medis ke pengadilan dan mengajukan banding agar dia diizinkan untuk mendapatkan perawatan medis, tetapi tidak berhasil," ujar Mujahid Sehrai.
Mujahid Sehrai mengatakan, ayahnya dibolehkan menelpon seminggu sekali. Tapi sejak dua minggu terakhir, ayahnya tidak menelpon. “Terakhir kali ketika dia berbicara, dia memberi tahu kami bahwa dia merasakan sakit di tubuhnya dan merasa lemah. Dia berpuasa dan mereka tidak mendapatkan makanan yang layak di penjara,” kata Mujahid Sehrai.
Pekan lalu, istri pemimpin separatis lainnya yang dipenjara, Ayaz Akbar, meninggal karena kanker di rumahnya. Akbar, tidak diizinkan mendapatkan pembebasan bersyarat untuk menghadiri pemakaman istrinya.
Gelombang kedua pandemi yang melanda India, membuat keluarga tahanan politik di Kashmir menuntut agar kerabat mereka yang ditahan mendaptkan pembebasan bersyarat. Mantan menteri utama wilayah Kashmir Mehbooba Mufti juga menuntut agar para tahanan politik segera dibebaskan.
"Hal yang paling tidak dapat dilakukan Pemerintah India dalam keadaan berbahaya seperti itu adalah segera membebaskan para tahanan ini secara bersyarat, sehingga mereka kembali ke rumah ke keluarga mereka,” ujar Mufti.
Asosiasi Pengacara Pengadilan Tinggi Jammu dan Kashmir (JKHCBA), menuntut penyelidikan independen atas penyebab kematian Sehrai. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Rabu, JKHCBA mengatakan mereka telah mengajukan tiga aplikasi ke pengadilan dengan menyoroti penyakit jantung yang diderita Sehrai. "Anehnya, tidak ada perintah yang diberikan untuk ketiga permohonan tersebut," kata pernyataan JKHCBA.
JKHCBA menambahkan, mereka sangat prihatin dengan pendekatan biasa dari pengadilan dalam menangani masalah kebebasan dan sikap apatis peradilan.