REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kantor HAM PBB pada Jumat (7/5) meminta Israel untuk menghentikan penggusuran paksa, yang melanggar hukum internasional dan bisa menjadi "kejahatan perang" di Yerusalem Timur.
Setidaknya delapan keluarga pengungsi Palestina menghadapi pemindahan paksa atas tuntutan oleh organisasi pemukim Yahudi.
"Anda mungkin telah melihat dalam berita dalam beberapa hari ini banyak ketegangan dan drama di sekitar daerah yang disebut Sheikh Jarrah di mana warga Palestina telah memprotes penggusuran keluarga," kata Rupert Colville, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.
Berbicara pada jumpa pers PBB, Colville mengatakan bahwa delapan keluarga pengungsi Palestina yang tinggal di lingkungan Yerusalem Timur menghadapi risiko penggusuran menyusul gugatan hukum oleh organisasi pemukim Yahudi Nahalat Shimon.
Colville mengatakan empat keluarga menghadapi risiko penggusuran segera.
"Penggusuran, jika diperintahkan dan dilaksanakan, akan melanggar kewajiban Israel di bawah hukum internasional," kata Colville.
Colville mengutip survei Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada 2020, di mana setidaknya 218 rumah Palestina di Yerusalem Timur, termasuk beberapa keluarga di Sheikh Jarrah, mengajukan kasus penggusuran terhadap mereka.
Kantor HAM PBB selanjutnya meminta Israel untuk menghormati kebebasan berekspresi dan berkumpul, termasuk mereka yang memprotes penggusuran, dan menahan diri secara maksimal dalam penggunaan kekerasan serta memastikan keselamatan dan keamanan di Yerusalem Timur.