REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Jaksa Agung Israel menangguhkan sidang terkait rencana penggusuran warga Palestina di Yerusalem. Sidang itu dapat menuai lebih banyak kekerasan di Yerusalem dan meningkatkan kekhawatiran internasional.
Penangguhan itu membuat Pemerintah Israel memiliki ruang untuk meredakan gesekan yang terjadi di Masjid al-Aqsa dan wilayah lainnya di Yerusalem. Bentrokan antara warga Palestina dan pasukan Israel terjadi di Masjid al-Aqsa pada Jumat (7/5) malam. Bentrokan terjadi ketika warga Palestina sedang melangsungkan ibadah shalat tarawih.
Mahkamah Agung Israel pada Senin (10/5) akan mendengarkan banding terhadap rencana penggusuran beberapa keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur, yaitu sebuah daerah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967. Pengadilan yang lebih rendah telah mendukung klaim pemukim Yahudi atas tanah Palestina. Palestina menilai keputusan ini sebagai upaya Israel untuk mengusir mereka dari Yerusalem.
Para pemohon meminta kepada pengadilan untuk meminta pendapat hukum dari Jaksa Agung Avichai Mandelblit. Hal itu membuka jalan bagi sidang hari Senin untuk ditunda dan kemungkinan dia bisa membantah penggusuran tersebut. Seorang juru bicara Mandelblit mengatakan pengadilan setuju untuk menerima pengajuan di masa depan dari jaksa agung dan bahwa sesi baru akan dijadwalkan dalam 30 hari.
"Saya sangat optimistis karena keputusan pengadilan. Kami duduk di sini di negara kami, di tanah kami. Kami tidak akan menyerah," kata Nabil al-Kurd salah satu warga Palestina yang menghadapi penggusuran.
Setelah berbuka puasa al-Kurd dan sekelompok tetua duduk, dan menyaksikan para pengunjuk rasa muda Palestina bernyanyi serta meneriakkan slogan-slogan kepada para pemukim di seberang jalan. Mereka meneriakkan "Kebebasan, kebebasan" dan "Palestina adalah Arab".