REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penyerangan terhadap Sheikh Jarrah di Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional. Sebab, menurut Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kawasan Sheikh Jarrah ditetapkan menjadi bagian dari Palestina.
Dosen Politik Islam dan Studi Kawasan Timur Tengah Universitas Islam Indonesia (UII), Gustri Eni Putri, mengatakan dunia harus mendesak Israel untuk membatalkan pengusiran warga Palestina. Apalagi, dilakukan saat Muslim dunia masih beribadah.
"Termasuk, memberikan bantuan kepada Palestina. Syiar ibadah yang dilakukan warga Palestina tidak disukai Israel sehingga hampir setiap Ramadhan, Israel menyerang warga Palestina," kata Gustri, Rabu (12/5).
Dewan Keamanan PBB perlu mendukung Pemerintah Indonesia mengecam pengusiran paksa delapan keluarga Palestina dari Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur. Masyarakat internasional perlu mendesak DK PBB mengambil langkah nyata menghentikannya.
"Guna menghentikan langkah pengusiran paksa dan penggunaan kekerasan terhadap warga sipil Palestina, yang disampaikan oleh Menlu perlu terus disuarakan oleh berbagai aktor, termasuk organisasi masyarakat sipil dan akademisi," ujar Gustri.
Penyerangan Sheikh Jarrah dapat ditelusur mulai konflik 1948 (Nakba) mengakibatkan warga Palestina kehilangan rumah dan mengungsi dari tempat tinggal. Pada 1 Juli 1955-30 Juni 1956, 28 unit rumah di Sheikh Jarrah disediakan untuk pengungsi.
Pada 4 Juni 1967, tercapai kesepakatan atas pembagian wilayah Israel dan Palestina yang diakui hukum internasional. Dari kesepakatan itu, Sheikh Jarrah masih bagian dari Palestina, dan pada 2-7 mei 2021 Israel mengusir delapan keluarga Palestina.
Mereka diusir agar rumah itu dapat ditempati pemukim ilegal Israel. Penentangan terjadi dari warga Palestina dan bentrokan terjadi di Masjid al-Aqsa usai pasukan Israel mengusir paksa dan melakukan kekerasan kepada umat Islam yang beribadah.
Pada 10 Mei 2021, pasukan Israel masuki Kompleks al-Aqsa membubarkan jamaah masjid terkait Jerusalem Day oleh pemukim Israel. Hingga kini, pemukim ilegal terus berusaha memasuki Kompleks al-Aqsa meski tidak dibolehkan menurut Perjanjian 1967.
Palestine Red Crescent Society mencatat sebanyak 278 jamaah masjid terluka. Israel juga melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza yang menewaskan 20 warga Palestina, termasuk anak-anak, sebagai respons dari serangan roket militan Hamas ke Israel.
"Peristiwa Yerusalem dan pemberontakan rakyatnya di hadapan penjajah perlu segera menjadi agenda prioritas dunia untuk dicarikan solusi terbaik. Diperlukan langkah kolektif antarnegara dan diplomasi konsisten mengurai permasalahan di Yerusalem," kata Gustri.