REPUBLIKA.CO.ID, Tidak seperti biasanya, Kementerian Luar Negeri China atau Waijiaobu mengirimkan surat undangan via WeChat disertai dengan catatan kaki "butuh jawaban segera". Format pindaian dirasa tidak cukup, sampai-sampai dikirimkannya pesan singkat susulan melalui platform yang sama.
Bedanya, SMS itu ditulis dalam aksara Mandarin. Namun, masih saja tidak cukup. Staf Waijiaobu menghubungi via telepon seluler beberapa saat kemudian.
"Ditunggu kehadirannya besok. Ini sangat penting," suara seorang perempuan dari seberang sana.
Dia terkesan harap-harap cemas karena sampai detik-detik menjelang tenggat waktu yang diberikan tak kunjung ada jawaban atas surat undangan Resepsi Idul Fitri yang dikirimkannya sejak Rabu (12/5) pagi itu. Bukan apa. Jauh hari sebelumnya, Antara Beijing sudah memprediksi situasi Idul Fitri di China tahun ini bakal lebih semarak.
Tentu saja memiliki nilai lebih dalam bingkai reportase yang disuguhkan kepada para audiens di Indoesia, baik dalam bentuk teks maupun audio visual. Apalagi, Kedutaan Besar RI di Beijing juga mengadakan shalat Idul Fitri di halaman Wisma Duta yang bakal melibatkan lebih dari 150 warga negara Indonesia tentu juga menarik untuk diberitakan.
Prediksi itu didasarkan pada beberapa peristiwa sebelumnya. Di antaranya, semaraknya berbagai kegiatan selama bulan suci Ramadhan di Beijing, khususnya saat ritual ifthar.
Hampir setiap menjelang azan Magrib, halaman Masjid Niujie dipadati orang-orang yang hendak membatalkan puasanya. Mereka juga khusyu mendengarkan tausiyah dari para imam. Situasi itu berlanjut hingga shalat Tarawih.
Sampai-sampai suara takbir yang menyelingi gerakan shalat Tarawih terdengar hingga Jalan Raya Niujie. Sesuatu yang mustahil terjadi di China di tengah otoritas setempat menggalakkan program sinifikasi di berbagai sendi kehidupan dalam tiga atau empat tahun terakhir.
Masjid-masjid di China mengumumkan pelaksanaan shalat Idul Fitri terbuka untuk umum tanpa batasan namun tetap menerapkan standar baku protokol kesehatan. Pengumuman itu dikeluarkan sejak pertengahan Ramadhan.
Tahun lalu saat pandemi Covid-19, masjid-masjid di China menggelar shalat Id secara terbatas untuk internal pengurus dan komunitas Muslim sekitar saja. Namun pada Lebaran tahun ini, China terkesan ingin menunjukkan kepada dunia mengenai efektivitas kebijakan antipandemi yang diterapkannya selama ini sehingga masjid-masjid pun memberanikan dirii membuka pintunya lebar-lebar.
Tiga pintu utama Masjid Dongzhimen Beijing bahkan dibuka sekaligus hingga jamaah yang di dalam pun terlihat dari luar karena biasanya hanya satu pintu utama yang dibuka. Semua itu merupakan fenomena yang tidak ditemukan dalam dua tahun terakhir di China.
Kontras dengan situasi masyarakat di berbagai belahan dunia lainnya saat pergerakannya dibatasi sebagai dampak dari tsunami varian baru Covid-19 di India. "Bolehlah besok sedikit terlambat. Yang penting Anda datang," lanjut perempuan itu dengan penuh harap sambil mengirimkan peta lokasi acara.