Parlemen Brasil mendapat hujan kecaman dari pegiat lingkungan usai menyepakati RUU baru yang melonggarkan regulasi lingkungan untuk sektor pertanian dan energi. Legislasi itu dituntaskan pada Kamis (13/5) malam dengan perbandingan suara 300-122, dan kini diserahkan untuk dibahas oleh Senat.
Rancangan undang-undang tersebut mengecualikan 13 jenis proyek dari kewajiban memohon izin lingkungan. Selain pertanian "berskala kecil," parlemen juga sepakat membebaskan proyek pembangunan infrastruktur energi bertekanan rendah dan pemurnian air.
Nantinya, pemerintah diberi wewenang mengeluarkan jenis izin baru untuk pembangunan jalan atau jaringan listrik, dengan syarat sebuah pernyataan tertulis untuk mengikuti aturan lingkungan.
"Ini adalah penghinaan terhadap masyarakat Brasil," kata Luiza Lima, pegiat Greenpeace, dalam keterangan persnya. "Rancangan ini membuka celah hukum yang berpotensi menambah kerusakan hutan-hutan kami dan mengancam hak masyarakat adat serta tanahnya."
Menurut amandemen tersebut, izin bisa diterbitkan secara otomatis jika perusahaan memenuhi sejumlah kriteria. Dalam izin pembangunan jalan, Presiden Jair Bolsonaro memang berniat merenovasi jaringan jalan milik militer di hutan Amazon yang lama mangkrak. Menurut sebuah studi, proyek tersebut bisa mengarah pada pembukaan hutan seluas hampir empat kali lipat wilayah Jawa Timur.
Boikot dari Eropa
Termasuk pencetus UU Pertanian dan Energi yang baru adalah kaukus pertanian yang sangat berpengaruh di Kongres Brasil. Mereka beralasan, regulasi lingkungan menyurutkan investasi dan menghalangi pertumbuhan ekonomi.
Tapi meski hanya melonggarkan izin lingkungan bagi proyek berskala kecil dan sedang, pegiat lingkungan meyakini UU tersebut akan membuka keran kerusakan lingkungan.
Legislasi ini mewakili satu dari dua amandemen kontroversial yang digodok Kongres Brasil. UU lain yang saat ini sudah dibahas di Senat, akan memperpanjang amnesti bagi proyek pertanian, pertambangan atau pembalakan ilegal di kawasan lindung, dan mengeluarkan izin resmi bagi pelaku.
UU tersebut mengarah pada ancaman boikot oleh distributor makanan Eropa terhadap produk pertanian Brasil. JIka disahkan, amandemen ini akan semakin mempercepat kerusakan Amazon, yang merupakan sumber daya vital dalam memerangi krisis iklim.
Masa pemerintahan Presiden Bolsonaro di Brasil diwarnai lonjakan deforestasi dan konflik lingkungan. Antara Agustus 2019 dan 2020, kerusakan hutan Amazon tercatat melonjak 9,5 persen atau hampir seluas provinsi Banten.
Bolsonaro sejak awal membidik hutan lindung atau wilayah adat untuk dibuka bagi industri dan perkebunan. Pada Rabu (12/5), sejumlah lembaga lingkungan mengirimkan surat terbuka terhadap Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), yang sedang mempertimbangkan keanggotaan Brasil.
"Jika disahkan, ini akan menghasilkan degradasi dan beragam polusi, peningkatan deforestasi di Amazon dan proliferasi bencana lingkungan baru," tulis mereka.
rzn/hp (afp,rtr)