REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pemboman mematikan di Jalur Gaza akan terus berlanjut dengan kekuatan penuh. Tindakan tersebut akan terus dilakukan meskipun ada protes internasional dan upaya untuk menengahi gencatan senjata.
Dilansir dari Aljazeera, Senin (17/5), dalam pidato yang disiarkan di televisi, Ahad (16/5), Netanyahu mengatakan serangan penuh akan dilakukan sebagai harga yang harus dibayarkan para penguasa Hamas di Gaza. Baru-baru ini serangan udara Israel di Kota Gaza meratakan tiga bangunan dan menewaskan sedikitnya 42 orang pada Ahad pagi, kata otoritas kesehatan di Gaza.
Kekerasan menandai pertempuran terburuk sejak perang 2014 yang menghancurkan di Gaza. Serangan udara menghantam berbagai tempat dari jalan pusat kota yang sibuk, bangunan tempat tinggal hingga toko-toko.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan 16 wanita dan 10 anak termasuk di antara mereka yang gugur, dengan lebih dari 50 orang terluka, dan upaya penyelamatan masih dilakukan. Sebelumnya, militer Israel mengatakan telah menghancurkan rumah pemimpin tertinggi Hamas di Gaza, Yahiyeh Sinwar, dalam serangan terpisah di kota selatan Khan Younis.
Israel tampaknya telah meningkatkan serangan udara dalam beberapa hari terakhir untuk menimbulkan kerusakan sebanyak mungkin pada Hamas saat mediator internasional bekerja untuk mengakhiri pertempuran. Setidaknya 192 orang telah tewas dan 1.200 lainnya luka-luka. Sementara roket yang ditembakkan ke Israel oleh kelompok Palestina di Gaza, termasuk Hamas dan Jihad Islam, telah menewaskan 10 orang Israel.
Netanyahu juga menolak rentetan kritik terhadap pemboman Israel atas gedung bertingkat tinggi yang menampung kantor media asing, termasuk Al Jazeera, di Gaza. Berbicara kepada acara Face the Nation CDB, ia mengklaim bahwa gedung tersebut menampung kantor intelijen Hamas yang merencanakan dan mengorganisasi serangan teror terhadap warga sipil Israel.
Namun dia tidak menunjukkan bukti apa pun dari klaimnya. Ia mengatakan itu adalah target yang sangat sah. "Kami menargetkan organisasi teroris yang menargetkan warga sipil kami dan bersembunyi di belakang mereka, menggunakan mereka sebagai perisai manusia," tambahnya.
Menara al-Jalaa, yang juga menjadi kantor kantor berita AS Associated Press (AP) dan outlet lainnya, dihancurkan oleh serangan angkatan udara Israel pada hari Sabtu. Asosiasi Pers Asing (FPA) di Israel dan Wilayah Palestina sebelumnya mempertanyakan komitmen Israel terhadap kebebasan pers setelah penghancuran gedung.
"Kami mencatat bahwa Israel belum memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaimnya bahwa bangunan itu digunakan oleh Hamas," kata sebuah surat dari asosiasi tersebut.
Asosiasi mengatakan telah meminta pertemuan dengan pejabat Israel atas insiden tersebut. FPA mengatakan memiliki 480 anggota yang bekerja untuk media internasional. Organisasi non-pemerintah internasional Reporters Without Borders (RSF) juga mengutuk serangan terhadap gedung tersebut, dengan Direktur eksekutif Christian Mihr mengatakan bahwa itu tidak dibenarkan tidak peduli apakah Hamas menggunakannya atau tidak.
“Menyatakan kantor media sebagai target perang adalah kejahatan perang,” tulis Mihr di Twitter.