Selasa 18 May 2021 04:33 WIB

Kasus Covid India Turun, WHO Kritisi Kurangnya Pengujian

Pemerintah India dikritik atas kurangnya pengujian Covid-19 sehingga munculkan ilusi

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Anggota keluarga bereaksi sebelum pemakaman seorang korban yang meninggal dengan COVID-19, di tempat kremasi untuk korban COVID-19 di New Delhi, India, 10 Mei 2021. Seruan untuk penutupan secara nasional telah meningkat seiring dengan jumlah COVID- baru- 19 infeksi dan kematian terkait berdiri mendekati rekor tertinggi pada 10 Mei.
Foto: EPA-EFE/IDREES MOHAMMED
Anggota keluarga bereaksi sebelum pemakaman seorang korban yang meninggal dengan COVID-19, di tempat kremasi untuk korban COVID-19 di New Delhi, India, 10 Mei 2021. Seruan untuk penutupan secara nasional telah meningkat seiring dengan jumlah COVID- baru- 19 infeksi dan kematian terkait berdiri mendekati rekor tertinggi pada 10 Mei.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI - India melaporkan penurunan lebih lanjut kasus baru Covid-19, meskipun angka kematian per hari masih di atas 4.000 jiwa. Akan tetapi para ahli Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkritisi kurangnya pengujian di daerah perdesaan, tempat virus menyebar dengan cepat.

Infeksi baru di India mulai menurun pekan lalu. Dalam 24 jam terakhir, tercatat 281.386 kasus pada Senin, atau turun di bawah 300.000 kasus untuk pertama kalinya sejak 21 April 2021. Sementara, jumlah kematian harian akibat Covid-19 di negara itu mencapai 4.106 orang.

Baca Juga

Pada tingkat saat ini, total beban kasus India sejak epidemi melanda setahun yang lalu akan melampaui angka 25 juta dalam beberapa hari mendatang. Total kematian diperkirakan 274.390 jiwa. Bahkan dengan penurunan kasus selama beberapa hari terakhir, para ahli mengatakan tidak ada kepastian bahwa infeksi telah memuncak.

Kekhawatiran meningkat, baik di dalam maupun luar negeri, atas varian baru B.1.617 yang lebih menular. "Masih banyak wilayah negara yang belum mengalami puncak (infeksi), angkanya masih naik," kata Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan seperti dikutip di surat kabar Hindu.

Swaminathan merujuk pada tingkat kepositifan nasional yang sangat tinggi, sekitar 20 persen dari tes yang dilakukan, sebagai tanda bahwa mungkin situasi lebih buruk akan tiba. "Pengujian masih tidak memadai di banyak negara bagian. Dan kalau kita melihat tingkat positif pengujian yang tinggi, jelas pengujian belum cukup. Jadi, angka absolut sebenarnya tidak berarti apa-apa ketika diambil sendiri. Harus diambil dalam konteks seberapa banyak pengujian dilakukan dan uji tingkat kepositifan," tutur dia.

Rumah-rumah sakit di India terpaksa menolak pasien. Kamar-kamar jenazah dan krematorium juga tidak mampu menangani jasad yang menumpuk. Foto-foto dan gambar televisi yang memperlihatkan pembakaran jenazah di tempat-tempat parkir, serta mayat-mayat yang mengapung di tepi Sungai Gangga, telah memicu ketidaksabaran publik atas bagaimana pemerintah menangani krisis.

Angka resmi dari pemerintah India dinilai terlalu meremehkan dampak nyata dari epidemi. Beberapa ahli mengatakan jumlah infeksi dan kematian yang sebenarnya bisa lima hingga 10 kali lebih tinggi.

Dibandingkan gelombang pertama epidemi di India, yang memuncak pada September tahun lalu dan sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang menerapkan pengujian lebih cepat, gelombang kedua yang meletus pada Februari mengamuk melalui kota dan perdesaan, tempat tinggal sekitar dua pertiga penduduk dari negara berpopulasi 1,35 miliar orang itu.

"Penurunan kasus Covid yang dikonfirmasi di India ini hanyalah ilusi," kata S Vincent Rajkumar, seorang profesor kedokteran di Mayo Clinic di Amerika Serikat.

"Pertama, karena pengujian yang terbatas, jumlah total kasus terlalu rendah. Kedua, kasus hanya dapat dikonfirmasi di tempat yang bisa memastikannya: daerah perkotaan. Daerah perdesaan tidak dihitung," cuit Rajkumar melalui Twitter.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement