Sabtu 22 May 2021 14:42 WIB

Penaklukan Yerusalem Semu dan Fundamentalisme Kaum Yahudi

Demokrasi dan Media Israel berada di bawah ancaman serius ekstremisme Yahudi.

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
 Palestina Israel: Seorang petugas polisi Israel berdiri dengan pistol menunjuk ke arah seorang pria Palestina, di tengah, di samping seorang pengemudi Yahudi yang diserang oleh pengunjuk rasa Palestina di dekat Kota Tua Yerusalem, Senin, 10 Mei 2021.
Foto:

Seperti yang terungkap dalam wawancaranya, warga Israel biasa kebanyakan mengulangi argumen elite media, seperti, "Kami memberi mereka Gaza, mereka harus tinggal di sana, bukan di sini", "Orang Palestina harus pergi dan tinggal di negara-negara Arab", "Mereka (orang Palestina) adalah teroris, Israel memiliki hak untuk membela warganya,” dan seterusnya, sambil menutup mata terhadap penindasan warga Palestina selama beberapa dekade.

Semua ini menunjukkan bahwa sebagai akibat dari krisis politik dan kebijakan negara yang menyebarkan rasa takut, rasialisme telah menjadi normal dalam masyarakat Israel, sebagaimana tecermin dalam wacana media dan politik. Suara-suara pro-perdamaian mudah terpinggirkan, dan akibatnya, masyarakat dengan cepat menjauh dari prospek perdamaian.

Dalam situasi seperti ini, di mana rasialisme dan Islamofobia dinormalisasi, media, seperti yang telah kami nyatakan sebelumnya, memprovokasi masyarakat dengan menggunakan bahasa populis dan ekstremis.

Akibat dehumanisasi sistematis ini, rakyat Palestina telah direduksi menjadi sekumpulan musuh yang hanya layak untuk dimusnahkan.

Kami juga harus menunjukkan di sini bahwa wacana yang begitu umum digunakan oleh Media Barat juga, dengan cara tertentu, mendorong agresi Israel.

Misalnya, jurnalis Deutsche Welle (DW) menerima instruksi formal tentang cara menulis tentang Israel, dengan batasan untuk menghindari narasi yang menekankan agresi, diskriminasi, dan kolonialisme Israel. [8]

Bahkan, penghancuran total Gedung Jalaa oleh Angkatan Udara Israel, tempat lembaga pers internasional, seperti Al Jazeera (AJ) dan Associated Press (AP) berkantor, tidak menerima perhatian yang layak.

Meskipun media dapat memainkan peran penting dalam pembangunan perdamaian dan resolusi konflik, dalam hal agresi Israel, media global berperan sebagai burung unta.

Sifat kolonial dari proyek Zionis, atau lebih tepatnya, negara Israel, saat ini--dan sayangnya selalu menjadi subjek yang hampir tabu di banyak lingkaran media Barat.

Konsekuensinya, narasi mediator ekstremis Yahudi menampilkan semua karakteristik narasi kolonial dengan menekankan dugaan keunikan bangsa Yahudi dalam pencarian kedaulatan tanpa henti di tanah Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement