REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pemilik gedung kantor media di Gaza yang dihancurkan Israel mengajukan pengaduan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Pengacaranya mengatakan mereka menuntut Israel atas kejahatan perang.
Jawad Mehdi menyebut serangan 15 Mei yang meratakan Jala Tower sebagai kejahatan perang. Gedung itu merupakan kantor Associated Press dan stasiun televisi Aljazirah di Gaza. Pekan lalu jaksa ICC mengatakan mungkin terjadi 'kejahatan' dalam bentrokan antara Israel dan Palestina yang pecah pada 10 Mei lalu.
"Pemilik gedung ini, orang Palestina, memberikan mandat pada pengacaranya untuk mengajukan pengaduan kejahatan perang ke Mahkamah Pidana Internasional," kata pengacara Gilles Devers dalam pernyataan yang dikutip The Times of Israel, Ahad (23/5).
Hal ini Devers sampaikan di depan gedung pengadilan di mana 10 pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul. Ia mengatakan Israel dapat menunjukkan 'tidak ada target militer' dalam serangan ini.
"Kami banyak mendengar gedung ini dapat dihancurkan karena terdapat peralatan atau tim perlawanan bersenjata, sesuatu yang dapat kami bantah setelah mempelajari kasusnya," kata Devers.
"Dalam hukum internasional, Anda hanya dapat merusak properti warga sipil jika digunakan untuk tujuan militer dan kasus ini tidak seperti itu. Jadi hari ini di depan pengadilan kami menyampaikannya dan mengajukan pengaduan," tambahnya.
Devers mengatakan pengaduan akan disampaikan secara resmi pada Jumat (28/5) melalui surel. Israel mengeklaim Jala Tower digunakan unit intelijen militer dan untuk mengembangkan persenjataan Hamas.
Amerika Serikat (AS) mengatakan mereka menerima informasi yang mendukung klaim tersebut. Namun Washington tidak mengungkapkan apakah mereka menerima klaim itu atau tidak.
Mehdi mengatakan satu jam sebelum rudal Israel menghancurkan gedungnya, petugas intelijen Israel memintanya untuk mengevakuasi semua orang di dalam gedung 13 lantai tersebut. ICC tidak memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan pengaduan yang disampaikan ke jaksa.
Jaksa ICC yang memiliki wewenang untuk memutuskan kasus mana yang akan disampaikan ke hakim. Pada Maret lalu ICC membuka penyelidikan kejahatan perang di wilayah Palestina yang mungkin dilakukan pasukan Israel maupun Palestina sejak 2014 lalu.
Langkah ini memicu amarah Israel yang bukan anggota dari pengadilan. Akan tetapi Palestina adalah anggota ICC sejak tahun 2015.