REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Kantor Perdagangan Manusi Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS) Amerika Serikat (AS) Katherin Chon meminta perang terhadap perdagangan manusia. Faktor risiko perdagangan manusia meningkat sejak pandemi Covid-19.
“Faktor risiko perdagangan manusia telah meningkat sejak pandemi global,” ujar Chon, dilansir dari Psychology Today, Ahad (23/5).
Chon menjelaskan, berdasarkan catatannya, meningkatnya perdagangan manusia selama masa pandemi Covid-19 terjadi lantaran beberapa faktor. Diantaranya lebih banyak orang yang memanfaatkan aplikasi online dalam beraktivitas selama pandemi.
“Pedagang seringkali mencari prospek, merawat, dan beriklan secara online. Dengan adanya pandemi, semakin banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu untuk online, sehingga setiap aspek eksploitasi online meningkat,” jelasnya.
Faktor lainnya terkait dengan industri padat tenaga kerja yang menanggapi kondisi pandemi. Menurut pengamatannya, pedagang tenaga kerja masuk untuk mengeksploitasi situasi.
“Industri yang berisiko tinggi untuk kerja paksa termasuk produsen sarung tangan karet, masker, dan APD lainnya. Wilayah yang ternyata berisiko tinggi untuk perdagangan tenaga kerja, termasuk Asia Selatan, Malaysia, dan Afrika,” katanya.
Chon melanjutkan, faktor lainnya lantaran kerentanan yang disebabkan adanya karantina atau lockdown. “Kondisi lockdown membuat terputusnya interaksi sosial yang normal dan menyebabkan tingkat stres meningkat. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa satu miliar orang telah kehilangan pekerjaan mereka, dan para pedagang memangsa mereka yang rentan,” ungkapnya.