REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri luar negeri Prancis pada Ahad (23/5) memperingatkan tentang risiko apartheid jangka panjang di Israel jika rakyat Palestina gagal memperoleh negara mereka sendiri.
Dua hari setelah Israel dan kelompok perlawanan Palestina Hamas menyetujui gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir, di mana Prancis juga berperan, Jean-Yves Le Drian berharap penghentian permusuhan akan terus berlanjut.
"Kita harus memulai kebijakan langkah-langkah kecil. Kita harus memastikan bahwa ada logika kepercayaan yang dapat dibangun antara kedua kubu ... yang mengarah ke solusi dua negara," ujar Le Drian saat tampil di saluran TV LCI.
Dia mencatat bahwa itu adalah satu-satunya solusi untuk mengesampingkan risiko apartheid. Merujuk pada konfrontasi kekerasan baru-baru ini antara orang Yahudi dan Muslim di kota-kota Israel, Le Drian mengatakan untuk pertama kalinya dia khawatir melihat bentrokan kedua komunitas tersebut.
Menyinggung kebijakan pro-Israel mantan Presiden AS Donald Trump, di mana Washington secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mendorong rencana perdamaian, dia menambahkan ada persepsi bahwa konflik antara Israel dan Palestina akan segera berakhir.
"Mereka, yang mengira bahwa konflik Israel-Palestina secara bertahap akan dipadamkan, salah. Ini menunjukkan urgensi untuk menemukan proses politik," kata dia, menggarisbawahi kebutuhan krusial untuk sebuah resolusi.
"Jika tidak, kita kemudian akan memiliki bahan-bahan apartheid yang tahan lama jika kita terus mengadopsi logika satu negara atau status quo," kata dia.