REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Setelah beberapa pekan kerusuhan dan serangan 11 hari yang menghancurkan di Gaza, Amerika Serikat (AS) dan komunitas internasional berencana untuk terlibat dengan Palestina. Mereka berusaha menjalin komunikasi dengan Otoritas Palestina (PA) dan mengesampingkan Hamas.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, akan bertemu dengan para pemimpin Palestina pada Selasa (25/5). Dia memilih untuk bertemu dengan PA yang memang memiliki hubungan cukup baik dengan Israel untuk mempertahankan ide solusi dua negara.
Secara internasional, ide tersebut dipandang sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik. Meskipun hingga tidak ada pembicaraan damai yang substansial selama lebih dari satu dekade.
Israel dan Amerika Serikat, berharap untuk memperkuat PA dengan mengorbankan Hamas. Padahal langkah itu telah dicoba dan gagal berulang kali sejak Hamas merebut kekuasaan di Gaza dari pasukan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada 2007.
Kelompok Hamas sebenarnya siap untuk melakukan pembicaraan dengan baik. Namun, penguasan wilayah Jalur Gaza itu tidak mengakui negara Israel dan masuk daftar hitam sebagai organisasi teroris di negara Barat.
"Pilihannya adalah untuk terlibat dengan Hamas atau pemerintahan yang sangat tidak representatif dan tidak berfungsi, semacam pemerintahan, otoritas yang sama sekali tidak memiliki legitimasi,” kata analis lembaga think-tank Crisis Group, Tahani Mustafa.
Banyak orang Palestina telah melihat PA sebagai bagian dari sistem dominasi Israel yang mengakar dan semakin tidak tertahankan yang melampaui Tepi Barat yang diduduki. PA mengelola pusat-pusat populasi utama di bawah kendali Israel yang menyeluruh.
Kemarahan warga Palestina memuncak selama bulan lalu dengan protes dan bentrokan di Yerusalem yang akhirnya menyebar ke seluruh wilayah. Kondisi ini menarik warga Palestina di Israel dan memicu serangan ke Gaza.
Komandan bayangan sayap bersenjata Hamas...