REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken terbang ke Timur Tengah untuk menyelesaikan peningkatan eskalasi antara Israel dan Palestina. Blinken berangkat pada Senin (24/5) untuk kunjungan singkat ke Israel, Tepi Barat, Yordania dan Mesir.
Blinken akan mengadakan pertemuan tatap muka tingkat tertinggi untuk membahas peningkatan eskalasi yang terjadi di Gaza dan Yerusalem. Dalam sebuah pernyataan, Presiden AS Joe Biden mengatakan, Blinken juga akan bekerja dengan mitra regional untuk memastikan upaya internasional yang terkoordinasi dan memastikan bantuan untuk Gaza.
Sebumnya pemerintahan Biden telah dikritik, karena dianggap lepas tangan terhadap kekerasan yang terjadi di Gaza. Bahkan Partai Demokrat di Kongres menuntutnya pemerintah mengambil tindakan yang lebih keras terhadap Israel.
Pemerintah AS mengatakan, pihaknya terlibat dalam diplomasi tingkat tinggi untuk mendukung gencatan senjata antara Israel dan Palestina. Blinken mengatakan bahwa upaya AS yang bergerak di balik layar untuk mendukung gencatan senjata telah tercapai.
“Presiden Biden yang memimpin upaya ini membuat penilaian bahwa kami dapat menjadi yang paling efektif dalam melakukan itu. Dan akhirnya, setelah upaya intensif di seluruh pemerintahan ini, kami mencapai tempat yang diinginkan semua orang, yaitu mengakhiri kekerasan," kata Blinken dalam wawancara dengan CNN.
“Tapi sekarang, seperti yang dikatakan presiden, saya pikir itu adalah kewajiban kita semua untuk mencoba berbelok untuk mulai membangun sesuatu yang lebih positif, dan apa yang dimaksud dengan hati adalah bahwa orang Palestina dan Israel sama-sama harus tahu di zaman mereka di dan kehidupan sehari-hari hidup ukuran yang sama dari kesempatan, keamanan, martabat,” kata Blinken menambahkan.
Blinken mengatakan, belum tepat waktunya untuk memulai kembali negosiasi antara Israel dan Palestina. Menurut Blinken, langkah yang harus diambil yaitu inisiatif kemanusiaan untuk memperbaiki kerusakan dari serangan udara Israel di Gaza. Serangan itu telah menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur sipil.
“Saya tidak berpikir kita berada di tempat untuk mencapai semacam negosiasi, menurut saya, yang merupakan solusi dua negara, adalah urutan pertama bisnis. Kita harus mulai membangun kembali dengan cara yang konkret dan menawarkan beberapa harapan, prospek, peluang yang tulus dalam kehidupan orang-orang," ujar Blinken.
Ketegangan meningkat di seluruh wilayah Palestina sejak bulan lalu, atas putusan pengadilan Israel untuk mengusir keluarga Palestina dari rumah mereka di lingkungan Sheikh Jarrah. Situasi semakin memburuk, setelah pasukan Israel menggerebek Masjid al-Aqsa dan menyerang jamaah yang sedang shalat tarawih pada bulan ramadan.
Ketegangan menyebar ke wilayah Jalur Gaza, dan Israel melancarkan serangan udara yang membuat sedikitnya 248 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak dan 39 wanita gugur. Sementara lebih dari 1.900 lainnya terluka.
Otoritas kesehatan di Tepi Barat juga mengonfirmasi 31 orang terbunuh di wilayah pendudukan. Dengan demikian total warga Palestina yang gugur akibat serangan Israel mencapai 279 orang.
Di sisi lain, 12 orang Israel juga tewas dalam tembakan roket oleh kelompok militan Palestina, Hamas dari Jalur Gaza. Setelah saling menyerang selama 11 hari, Israel dan Palestina sepakat untuk melakukan gencatan senjata yang dijembatani oleh Mesir pada Jumat (21/5) mulai pukul 2 dini hari waktu setempat. Namun Israel mengkhianati gencatan senjata dengan melakukan kekerasan terhadap warga Palestina yang sedang berkumpul di kompleks al-Aqsa.