Kamis 27 May 2021 13:44 WIB

Kematian Napoleon Bonaparte Sebab Sakit atau Diracun?

Muncul sejumlah dugaan terkait penyebab kematian Napoleon Bonaparte

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Muncul sejumlah dugaan terkait penyebab kematian Napoleon Bonaparte. Napoleon, ilustrasi

Selain itu, dokter Inggris mengecualikan pengamatan Antomarchi tentang kondisi paru-paru Napoleon yang buruk. Karena itu, tidak mengherankan jika Antomarchi menahan diri untuk menandatangani laporan ini.

Setelah itu, Inggris dan Prancis berselisih tentang di mana mantan kaisar itu dimakamkan. Napoleon telah meminta agar tubuhnya dikembalikan untuk dimakamkan di Prancis, yang sangat dia cintai. Tetapi, Inggris tidak ingin makam Napoleon ada di Eropa. Dia akhirnya dimakamkan di Pulau Saint Helena. 

Akhirnya, Inggris dan Prancis memperdebatkan apa yang harus ditulis di nisannya. Prancis ingin menulis nama Napoleon sebagai Kaisar, sementara Inggris menolak memberikan legitimasi apa pun pada pemerintahannya dan ingin mencukupi dengan sebuah tulisan dengan nama lengkapnya, "Napoleon Bonaparte".

Tubuh Napoleon terbaring selama hampir 20 tahun di kuburan tanpa saksi sampai tahun 1840, yaitu ketika Inggris, yang membutuhkan kerja sama Prancis dalam persoalan politik, setuju untuk mengembalikan jasad Napoleon ke Paris. 

Namun, para penganut teori pembunuhan sering merujuk pada "satu tersangka", yaitu Pangeran Charles Montholon, orang Prancis yang tinggal di pPlau Saint Helena bersama Napoleon. 

Alasan utama kecurigaan terhadap orang ini adalah karena beberapa sejarawan percaya bahwa Montholon adalah agen dari kaum royalis Prancis sehingga mungkin dia ingin memastikan bahwa Napoleon tidak akan mencoba merebut kekuasaan lagi. 

Menurut teori itu, diasumsikan bahwa Montholon meracuni Napoleon dengan arsen dengan memasukkannya ke dalam botol anggur. Beberapa helai rambut Napoleon yang diawetkan setelah kematiannya menunjukkan kadar arsenik 38 kali lebih tinggi dari biasanya.

Meski begitu, hasil yang lebih baru menunjukkan bahwa laporan autopsi awal yang dikeluarkan pada 1821 adalah benar sehingga ini membantah teori pembunuhan Napoleon oleh Montholon. Karena, walaupun kadar arseniknya mengkhawatirkan, perlu diketahui arsenik sangat populer selama abad ke-19 untuk digunakan dalam pengobatan, produk makanan, dan produk perawatan rambut.    

Selain itu, gejala Napoleon identik dengan gejala pasien kanker perut. Pemeriksaan celana yang dia kenakan dalam pengasingannya di Pulau Saint Helena mengungkapkan bahwa pinggangnya lebih kecil daripada saat di Prancis sehingga memungkinkan dia kehilangan berat 30 pon sebelum kematiannya. 

Kondisi ini biasa terjadi pada seseorang dengan kanker perut, dan bukan pada keracunan arsenik. Pada saat yang sama, kulit dan kuku Napoleon digambarkan sebagai "pucat", yang bisa disebabkan oleh dosis arsenik yang fatal.

Terlepas dari kemungkinan tidak pernah mendapatkan kebenaran yang dikonfirmasi, fakta bahwa pertanyaan itu diajukan dan tidak menemukan jawaban, menunjukkan bahwa Inggris gagal membendung nama besar Napoleon ketika mereka membawanya ke Saint Helena. Sebab, kehidupan dan biografinya terus menempati sebagian besar sejarah.

 

 

Sumber: arabicpost

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement