Ahad 30 May 2021 06:42 WIB

Ratusan Anak Yatim Piatu dan Pelajar Korut Jadi Buruh Kasar

Mereka bekerja kasar di bidang tambang batu bara, pertanian, dan proyek konstruksi.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andi Nur Aminah
Pekerja anak  (ilustrasi)
Foto: amigos805
Pekerja anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Ratusan anak yatim piatu, tentara wajib militer, dan pelajar menjadi sukarelawan untuk bekerja sebagai pekerja kasar di Korea Utara. Mereka bekerja sebagai pekerja kasar di bidang tambang batu bara, pertanian, dan proyek konstruksi besar.

Menurut laporan kantor berita negara KCNA, ratusan lulusan sekolah yatim piatu secara sukarela bekerja di bidang yang sulit. Dalam laporannya KCNA tidak menyebutkan usia anak yatim piatu yang bekerja sebagai pekerja kasar. KCNA hanya menuliskan bahwa mereka telah lulus dari sekolah menengah. Foto yang diterbitkan di surat kabar pemerintah menunjukkan pekerja kasar tersebur adalah remaja berusia belasan tahun.

Baca Juga

Pada Sabtu (29/5) KCNA melaporkan bahwa lebih dari 700 anak yatim secara sukarela bekerja di pertanian koperasi, kompleks besi dan baja, dan di bidang kehutanan. Pada Kamis (27/5), KCNA melaporkan bahwa sekitar 150 lulusan dari tiga sekolah yatim piatu secara sukarela bekerja di tambang batu bara dan pertanian.

"(Lulusan sekolah yatim piatu) secara sukarela bekerja di tempat-tempat kerja utama untuk pembangunan sosialis atas keinginan mereka untuk memuliakan pemuda mereka dalam perjuangan untuk kemakmuran negara," kata KCNA. "Mereka menyelesaikan kursus sekolah mereka di bawah pengawasan hangat dari partai induk," ujar KCNA menambahkan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, tindakan drastis yang diambil oleh Korea Utara untuk menahan Covid-19 telah memperburuk pelanggaran hak asasi manusia dan kesulitan ekonomi bagi warganya, termasuk kelaparan. Menurut laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada 2020 tentang praktik hak asasi manusia, dalam beberapa kasus anak-anak berusia 16 dan 17 tahun terdaftar di brigade konstruksi bergaya militer selama periode 10 tahun. Mereka dikenakan jam kerja yang panjang dan melakukan pekerjaan berbahaya.

"Para pelajar menderita luka fisik dan psikologis, kekurangan gizi, kelelahan, dan kekurangan pertumbuhan sebagai akibat dari kerja paksa yang diwajibkan," kata laporan Departemen Luar Negeri AS, meskipun undang-undang Korea Utara melarang kerja paksa.

Korea Utara membantah laporan pelanggaran hak asasi manusia. Korea Utara mengatakan, masalah tersebut dipolitisasi oleh musuh-musuhnya. Dalam sebuah surat kepada serikat pekerja pada hari Selasa (25/5), Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengatakan bahwa negara telah menghadapi kesulitan terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Tetapi kekuatan dan prestise nasional telah ditingkatkan oleh kesetiaan yang memuliakan dan perjuangan heroik rakyat, pekerja, dan lainnya.

Laporan media pemerintah baru-baru ini juga menggambarkan mahasiswa yang secara sukarela bekerja pada proyek-proyek besar. Sementara legiun prajurit-pembangun dari militer negara bekerja di bidang konstruksi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement