REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuding pemimpin Partai Yamina, Naftali Bennett, mengkhianati kelompok sayap kanan negara tersebut. Dia mendesak politisi nasionalis tidak bergabung dan memberi dukungan kepada Bennett yang tengah membidik posisi perdana menteri.
“Pemerintahan seperti ini membahayakan keamanan Israel dan juga membahayakan masa depan negara,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi pada Ahad (30/5).
Saat ini Netanyahu tengah menjalani proses hukum terkait kasus dugaan korupsi dan kolusi. Dia telah menggunakan posisinya sebagai panggung untuk menggalang dukungan dan menyerang kepolisian, jaksa, serta media. Netanyahu berambisi mempertahankan jabatannya.
Sementara itu Naftali Bennett telah sepakat membentuk koalisi dengan pemimpin Partai Yesh Atid, Yair Lapid. “Itu niat saya untuk melakukan yang terbaik untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional bersama dengan teman saya Yair Lapid, sehingga, dengan izin Tuhan, bersama-sama kita dapat menyelamatkan negara dari kekacauan dan mengembalikan Israel ke jalurnya,” kata Bennett.
Bennett pun mengeklaim telah memperoleh dukungan dari partai-partai sayap kiri. “(Partai) kiri jauh dari kompromi yang mudah di sini, ketika (dukungan) itu diberikan kepada saya, peran perdana menteri,” ucapnya, dikutip laman Times of Israel.
Bennett dan Lapid memiliki waktu hingga Rabu (2/6) untuk menyelesaikan kesepakatan koalisi. Jika mendulang suara dukungan yang mencukupi, mereka bakal mengisi posisi perdana menteri secara bergiliran. Bennett kemungkinan besar menjalani masa dua tahun pertama.
Bennett adalah mantan menteri pertahanan di pemerintahan Netanyahu. Pria berusia 49 tahun itu telah memberikan dukungan kepada pemilih sayap kanan sepanjang kariernya. Ia menyerukan Israel mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki dan mengambil tindakan keras terhadap Iran.
Singkatnya, Bennett telah berbagi ideologi dengan Netanyahu dan telah bertugas di beberapa pemerintahan pimpinan partai Likud. Netanyahu adalah pemimpin Likud. Namun dalam beberapa tahun terakhir, keduanya memiliki sikap berseberangan.
Selama dua tahun terakhir, Israel telah menggelar empat kali pemilu. Hal itu terjadi karena tak ada yang menghimpun ambang batas suara dukungan untuk menjabat sebagai perdana menteri dari parlemen Israel (Knesset).
Pada pemilu terakhir Maret lalu, Netanyahu memperoleh dukungan 52 dari 120 anggota Knesset. Lapid mengantongi 45 dukungan, sementara Bennett mendapatkan tujuh dukungan. Untuk membentuk kabinet atau pemerintahan, sebuah partai di Israel minimal harus memiliki 61 kursi mayoritas di Knesset. Saat ini Netanyahu membentuk pemerintahan koalisi dengan Benny Gantz, pemimpin partai Blue and White.