REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok militan Palestina, Hamas mengaku terbuka untuk negosiasi secara tidak langsung dan cepat tentang pertukaran tahanan dengan Israel. Langkah ini menyusul eskalasi berdarah militernya dengan Israel pada Mei.
“Sekarang ada peluang nyata untuk memajukan file ini,” kata Kepala Biro Politik Hamas di Gaza Yahya Sinwar dalam menanggapi pertanyaan AFP tentang pertukaran tahanan potensial dilansir dari Alarabiya, Senin (31/5). "Kami siap untuk negosiasi tidak langsung, mendesak dan cepat untuk menyelesaikan kasus ini," tambahnya.
Yahya menyampaikan pernyataan itu di sela-sela kunjungan kepala intelijen Mesir Abbas Kamel. Sementara Kamel bekerja untuk memperkuat gencatan senjata yang ditengahi Kairo antara Israel dan Hamas yang mulai berlaku pada 21 Mei, setelah 11 hari serangan roket militan Palestina dan serangan udara Israel.
Pemboman udara di Gaza menewaskan 254 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak, kata pejabat kesehatan. Roket dan tembakan lainnya dari Gaza merenggut 12 nyawa di Israel, termasuk satu anak dan seorang remaja Arab-Israel, kata petugas medis.
Seorang pejabat Hamas, yang tidak mau disebut namanya, mengatakan pembicaraan Gaza difokuskan pada tiga poin, yakni mengubah gencatan senjata menjadi gencatan senjata jangka panjang, pertukaran tahanan, dan rekonstruksi Gaza. Sinwar mengatakan Hamas tidak keberatan untuk pembicaraan tentang rekonstruksi dan diakhiri pengepungan Israel selama satu dekade di Gaza bergerak maju secara paralel dengan negosiasi tentang pertukaran tahanan.
"Namun, kami dengan tegas menolak adanya hubungan antara kedua aspek ini," tambahnya, tanpa menyebutkan berapa banyak narapidana yang bisa dibebaskan.
Di Kairo pada hari Ahad lalu Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi mengangkat isu dua tentara dianggap tewas dan dua orang Israel lainnya diyakini terkunci di Gaza. Sejak invasi Israel ke Jalur Gaza tahun 2014, kelompok Islam itu telah menahan mayat tentara Israel Oron Shaul dan Hadar Goldin, meskipun Hamas tidak pernah mengonfirmasi kematian mereka.
Hamas juga diyakini menahan dua warga Israel yang memasuki Gaza sendirian dan yang keluarganya mengatakan mereka memiliki masalah kesehatan mental. Sementara itu, Israel menahan lebih dari 5.000 warga Palestina di penjara-penjaranya.