REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Siswa di Myanmar mulai kembali ke sekolah setelah setahun berada di rumah karena pandemi Covid-19. Pembukaan kembali sekolah tetap berlangsung, meskipun terjadi boikot menentang kudeta militer 1 Februari yang diikuti oleh guru sekolah umum.
Puluhan ribu guru telah bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil, dan menolak bekerja di bawah junta militer yang merebut kekuasaan dari pemerintah sipil. Protes pro-demokrasi telah terjadi di kota-kota besar di seluruh negeri sejak kudeta.
Sekolah-sekolah di Myanmar ditutup pada Maret 2020 karena pandemi virus corona. Tahun ajaran baru biasanya dimulai dari 1 Juni. Seorang guru di Kotapraja Latha Yangon, mengatakan jumlah siswa yang datang ke sekolah sedikit.
“Di Kotapraja Latha, lebih dari lima ribu siswa menghadiri empat sekolah dasar pada tahun ajaran 2019-2020. Tapi hanya beberapa ratus siswa yang kembali ke sekolah hari ini," kata guru yang tidak mau menyebutkan namanya, dilansir Anadolu Agency, Rabu (2/6).
"Sejauh yang saya tahu, hanya sekitar 400 siswa di Kotapraja Latha yang mendaftar untuk tahun ajaran ini," kata guru tersebut.
Menurut Federasi Guru Myanmar, lebih dari 125 ribu dari 430 ribu guru sekolah telah diskors oleh otoritas militer karena bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil. Militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi dan para pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi lainnya telah ditangkap dalam kudeta. Partai Suu Kyi memenangkan pemilihan umum pada November lalu. Tetapi militer mengatakan, ada kecurangan dalam pemungutan suara sehingga mereka telah merebut kekuasaan dari tangan pemerintahan sipil.