Rabu 02 Jun 2021 12:58 WIB

Mahalnya Biaya Membesarkan Anak di China

Biaya membesarkan anak di perkotaan China telah membuat tingkat kesuburan turun.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Seorang wanita menjemput anaknya dari sekolah di Guangzhou, China, Senin (22/6).
Foto: EPA-EFE / ALEX PLAVEVSKI
Seorang wanita menjemput anaknya dari sekolah di Guangzhou, China, Senin (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China telah melonggarkan kebijakan berencana yang membolehkan pasangan memiliki tiga anak. Kebijakan ini diambil setelah sensus menunjukkan bahwa populasi lansia cenderung cepat bertambah. 

Tingkat pernikahan yang menurun dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan tingkat kelahiran yang lebih lambat. Tingkat pernikahan yang menurun disebabkan oleh meningkatnya biaya hidup dan banyaknya perempuan terpelajar yang menunda atau menghindari persalinan. 

Baca Juga

Biaya membesarkan anak di perkotaan China telah membuat tingkat kesuburan turun menjadi 1,3 anak. Biaya melahirkan di rumah sakit umum di China, termasuk tes pranatal dan persalinan, biasanya ditanggung oleh asuransi negara. Namun, sumber daya di rumah sakit umum sangat terbatas dan lebih banyak ibu hamil beralih ke klinik swasta, yang dapat mengenakan biaya lebih dari 100 ribu yuan  atau 15.700 dolar AS untuk satu kali pemeriksaan. 

Keluarga kaya biasanya menyewa pengasuh di rumah, atau yuesao untuk menjaga ibu dan bayinya pada bulan pertama, dengan biaya sekitar 15 ribu yuan. Ketika pendapatan meningkat di China, para ibu baru juga berbondong-bondong ke pusat pascamelahirkan mahal yang menawarkan perawatan dan layanan profesional. Salah satu fasilitas semacam itu berada di distrik Wangfujing, Beijing.

Selain itu, para orang tua kaya raya memberikan anak-anak mereka susu formula yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru. Orang tua golongan menengah ke atas mencari apartemen di wilayah distrik yang dekat dengan sekolah berkualitas. Mereka mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah yang memiliki kualitas bagus, seperti Haidian di Beijing. 

Sementara, mereka yang tidak memenuhi syarat untuk sekolah umum karena tidak memiliki hukou atau izin tinggal, harus bersekolah di sekolah swasta, yang biayanya mulai dari 40 ribu hingga 250 ribu yuan per tahun. Para orang tua kerap mendaftarkan anak-anak mereka untuk mengikuti les privat dan kegiatan ekstrakurikuler, seperti kelas piano, tenis, dan catur. 

Persaingan industri les privat sangat ketat di China. China telah meluncurkan tindakan keras terhadap industri les privat yang sedang booming di negara itu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada anak-anak dan menurunkan biaya pendidikan keluarga.

Menurut laporan Akademi Ilmu Sosial Shanghai 2019, rata-rata keluarga yang tinggal  Distrik Jingan, yang merupakan kelas atas Shanghai menghabiskan hampir 840 ribu yuan per anak sejak lahir hingga sekolah menengah pertama, yang biasanya berakhir pada usia 15 tahun. Mereka menghabiskan 510 ribu untuk biaya pendidikan.

Sementara, keluarga rendah di distrik Jingan dan Minhang Shanghai memiliki pendapatan tahunan di bawah 50 ribu yuan. Mereka menghabiskan lebih dari 70 persen dari pendapatan untuk biaya membesarkan anak.

Bulan lalu, Biro Statistik Nasional mengatakan, angka kelahiran tahunan China terus merosot ke rekor terendah 12 juta pada 2020. Jumlah ini mengancam krisis demografis dan kekurangan pekerja muda untuk menggerakkan ekonomi yang menurut para ahli harus mendukung ratusan juta lansia pada 2050. 

Biro Statistik Nasional mengungkapkan, tingkat kesuburan China berada di angka 1,3 atau di bawah tingkat yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi yang stabil. Hasil sensus 2020 yang diterbitkan bulan lalu menunjukkan bahwa populasi China tumbuh pada tingkat paling lambat sejak 1960-an, yaitu mencapai 1,41 miliar. Hal itu terjadi bersamaan dengan penurunan tajam jumlah orang usia kerja, dan menimbulkan kekhawatiran terjadinya krisis demografis.

Sepertiga orang China diperkirakan akan menjadi lansia pada 2050. Hal ini memberikan tekanan besar kepada negara untuk memberikan pensiun dan perawatan kesehatan. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement