China melaporkan adanya peningkatan kasus COVID-19 yang tiba-tiba, dengan belasan kasus terdeteksi di kota Guangzhou, sehingga mengakibatkan ratusan penerbangan dihentikan.
Sementara itu di kota Jiangsu, di China Timur, seorang pria sedang dirawat di rumah sakit karena mengidap flu burung, H10N3.
Ini bisa menjadi kasus flu burung pertama yang terjangkit manusia, namun Pemerintah China mengatakan kecil kemungkinannya penyakit ini menyebar dalam jumlah besar.
Di kota Guangzhou, yang terletak di selatan China dengan penduduk lebih dari 18 juta jiwa, 11 kasus baru telah dikonfirmasi oleh Pemerintah China.
Secara keseluruhan sekarang sudah ada 30 kasus penularan lokal di sana selama beberapa hari terakhir, namun belum ada laporan kematian.
Dalam jumpa pers hari Minggu kemarin, Chen Bin, wakil kepala bidang kesehatan kota tersebut, menjelaskan kasus baru ini mengidap varian India yang penyebarannya lebih cepat dibandingkan varian sebelumnya.
Perkembangan terbaru ini menandai terjadinya 'lockdown' sebagian yang pertama di kota mega city lapis pertama sejak bulan Februari.
Adanya penularan baru ini juga menyebabkan program vaksinasi di kota tersebut dihentikan sementara.
Peningkatan kasus COVID-19 juga menyebabkan 519 penerbangan dari Bandara Internasional Baiyun di Guangzhou dibatalkan, menurut penyedia data penerbangan Variflight.
Tahun lalu, bandara Baiyun merupakan bandara paling sibuk di dunia saat pandemi COVID-19, dengan 43,8 juta penumpang melewati bandara tersebut.
Hari Sabtu, Pemerintahan Guangzhou meminta warga yang tinggal di lima jalan di distrik Liwan untuk tidak meninggalkan rumah mereka dan menghentikan seluruh kegiatan tidak esensial.
Sejumlah pusat hiburan dan pasar juga telah ditutup.
Kepada ABC, salah seorang warga Guangzhou, Zejia Chen, berusia 29 tahun, mengatakan kebanyakan warga tidak keluar rumah dan keadaan relatif 'baik'.
"Hanya satu orang per rumah diizinkan untuk pergi berbelanja setiap hari. Semua orang mematuhi aturan."
"Teman-teman saya yang tinggal di sana bekerja dari rumah dan sudah melakukan dua kali tes COVID dalam tujuh hari.
Zejia mengatakan banyak orang sudah mendapatkan vaksinasi, dan testing dilakukan di beberapa distrik di kota Guangzhou.
"Saat ini masih banyak kasus dimana gejalanya tidak tampak, jadi testing massal COVID dilakukan di beberapa distrik," katanya.
Kasus flu burung pada manusia
Sementara itu di kota Jiangsu, di China Timur, seorang pria sedang dirawat di rumah sakit karena mengidap flu burung, H10N3.
Pria berusia 41 tahun tersebut sudah dirawat di rumah sakit sejak 28 April lalu dan sekarang dalam keadaan stabil, kata Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) di situsnya, Selasa kemarin.
Penelitian terhadap kontak dekat dengan pria tersebut tidak menemukan adanya kasus lain, demikian laporan tambahan NHC.
"Resiko transmisi dalam jumlah besar rendah."
Dalam reaksinya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sumber penularan virus flu burung H10N3 itu sampai sekarang belum diketahui.
"Tidak ada kasus lain yang ditemukan di populasi lokal sejauh ini. Jadi tidak ada indikasi bahwa ada penularan antar manusia," kata WHO.
"Sepanjang adanya virus flu burung menyebar di kalangan hewan, infeksi sporadis ke manusia bukanlah hal yang mengejutkan, yang sekaligus memberi peringatan ancaman pandemi flu tetap ada,"
WHO setujui penggunaan vaksin Sinovac
Dalam perkembangan lain, WHO menyetujui bahwa vaksin Sinovac buatan China bisa digunakan dalam keadaan darurat, sehingga membuka kesempatan vaksin kedua dari China tersebut bisa digunakan di negara-negara miskin.
Badan pakar independen WHO dalam pernyataannya mengatakan vaksin Sinovac ini direkomendasikan bisa digunakan bagi mereka yang berusia di atas 18 tahun, tanpa adanya batasan usia maksimal.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyambut baik keputusan tersebut dengan mengatakan vaksin ini aman dan efektif dan kemudahan penyimpanannya akan cocok bagi negara-negara miskin.
Dikenal juga dengan nama CoronaVac di beberapa kawasan, Sinovac ini merupakan vaksin kedelapan yang mendapat persetujuan WHO untuk memerangi COVID-19.
Vaksin pertama buatan China, yakni Sinopharm sudah disetujui oleh WHO tanggal 7 Mei lalu.
Vaksin ketiga asal China yang diproduksi oleh CanSino Biologics sudah mengirimkan data uji coba, namun WHO belum lagi menjadwal kapan kajian akan dilakukan.
Sinovac mengatakan mereka sudah mendistribusikan lebih dari 600 juta dosis vaksin baik di dalam atau di luar negeri Cina maupun pada akhir Mei. Lebih dari 430 juta dosis vaksin sudah disuntikkan.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News