Kamis 03 Jun 2021 16:15 WIB

Anggota Trans-Pasifik Setuju Inggris Bergabung

Inggris membuat permintaan resmi untuk bergabung dengan CPTPP pada Februari

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Bendera Inggris. (ilustrasi)
Foto: Andi Rain/EPA-EFE
Bendera Inggris. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO - Negara-negara anggota Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) pada Rabu (2/6) secara resmi setuju untuk mengizinkan Inggris memulai proses bergabung dalam pakta tersebut. Demikian kata menteri ekonomi Jepang Yasutoshi Nishimura.

Nishimura mengatakan kepada wartawan bahwa dia menyambut baik dimulainya proses Inggris bergabung dengan CPTPP. Hal itu disampaikan Nishimura setelah menjadi tuan rumah pertemuan daring para menteri dari 11 negara yang membentuk pakta perdagangan Trans-Pasifik tersebut.

Baca Juga

"Saya pikir ada arti besar dari sudut pandang strategis untuk memperkuat hubungan ekonomi antara Jepang dan Inggris," kata Nishimura.

Menurut dia, masuknya Inggris ke dalam CPTPP akan membawa produk domestik bruto (PDB) nominal dari zona yang dicakup oleh pakta Trans-Pasifik itu hampir setara dengan Uni Eropa. "Dimulainya proses aksesi dengan Inggris dan potensi perluasan CPTPP akan mengirimkan sinyal kuat kepada mitra dagang kami di seluruh dunia," kata 11 negara anggota CPTPP dalam sebuah pernyataan.

Inggris membuat permintaan resmi untuk bergabung dengan CPTPP pada Februari karena berusaha membuka jalan baru untuk memperluas perdagangan dan pengaruh pasca-Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa). CPTPP menghapus 95 persen tarif antara negara anggotanya yakni Jepang, Kanada, Australia, Vietnam, Selandia Baru, Singapura, Meksiko, Peru, Brunei, Chile, dan Malaysia.

Tidak seperti Uni Eropa, perjanjian perdagangan Trans-Pasifik itu tidak bertujuan untuk menciptakan sebuah pasar tunggal atau serikat pabean, dan tidak mencari integrasi politik yang lebih luas. Inggris dan Jepang menandatangani perjanjian perdagangan pada Oktober tahun lalu, yang menandai kesepakatan perdagangan besar pertama Inggris pasca-Brexit.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement