REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza tak menaruh harapan besar pada pergantian pemerintahan Israel. Naftali Bennett, figur yang bakal menggantikan Benjamin Netanyahu sebagai perdana menteri, dinilai akan mengejar agenda sayap kanan serupa.
Perwakilan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Bassem Al-Salhi berpendapat Bennett tidak kalah ekstrem dengan Netanyahu. “Dia (Bennett) akan memastikan untuk menunjukkan betapa ekstremnya dia di pemerintahan,” ujarnya, Kamis (3/6).
Seorang pegawai negeri di Jalur Gaza, Ahmed Rezik (29 tahun), menilai, tidak pernah ada perbedaan di antara para pemimpin politik atau pemerintahan di Israel. “Mereka baik atau buruk bagi bangsa mereka. Ketika itu datang kepada kami, mereka semua jahat. Mereka semua menolak untuk memberikan hak dan tanah mereka kepada orang-orang Palestina,” ucapnya.
Pendapat senada diutarakan juru bicara Hamas Hazem Qassem. “Palestina telah melihat belasan pemerintah Israel di sepanjang sejarah; kanan, kiri, begitu mereka menyebutnya. Tapi mereka semua bermusuhan ketika menyangkut hak-hak kami rakyat Palestina dan mereka semua memiliki kebijakan ekspansionisme bermusuhan,” ujar Qassem.
Naftali Bennett akan menjabat sebagai perdana menteri setelah membentuk koalisi yang melibatkan partai dari berbagai spektrum politik di Israel. Dia adalah mantan kepala organisasi pemukim utama Tepi Barat. Bennett diketahui turut mendukung pencaplokan wilayah Palestina.
Dalam pernyataannya pada Kamis lalu, Bennett mengatakan perjuangan nasional antara Israel dan Palestina bukanlah atas wilayah. “Palestina tidak mengakui keberdaan kami di sini dan tampaknya ini akan terjadi untuk beberapa waktu,” ucapnya.
Bennett akan mengisi posisi perdana menteri selama dua tahun. Setelah itu, jabatan itu bakal diemban dengan rekan koalisinya, yakni pemimpin partai Yesh Atid, Yair Lapid.