Dalam situasi seperti ini, tidak masuk akal mengharapkan Hamas dan Jihad Islami tun duk pada sikap Otoritas Palestina dan Israel.
Pembangkangan Hamas dan Jihad Islami atas Kesepakatan Oslo juga bisa dimengerti. Kesepakatan itu merupakan tipu muslihat Israel untuk menguburkan cita-cita Palestina memiliki negara merdeka.
Kesepakatan mengharuskan Otoritas Palestina menjaga keamanan di kantong-kantong Palestina di Tepi Barat yang dikontrolnya.
Kewajiban ini kalau diikuti dengan ketaatan Israel pada kesepakatan, masuk akal. Faktanya, Abbas harus merepresi warga Palestina yang menyuarakan aspirasi terkait penindasan Israel.
Kenyataan ini membuat Hamas dan Jihad Islami tetap memegang senjata untuk men cegah tentara Israel sesuka hati masuk ke permukiman Palestina untuk menangkap atau membunuh warga yang dicurigai melanggar norma yang ditetapkan Israel. Juga untuk memiliki posisi tawar vis a vis Israel. Disayangkan, Amerika Serikat tetap mendukung dan melindungi Israel lepas dari apa pun yang dilakukan terhadap Palestina.
Sikap Amerika Serikat inilah yang membuat masalah Palestina menggantung sampai sekarang walaupun telah berusia seabad. Hamas dan Jihad Islami yang bersenjatakan rudal rakitan yang lemah ditetapkan sebagai kelompok teroris karena melawan Israel.
Israel yang melakukan terorisme negara secara terang-terangan dan menerapkan politik Apartheid terhadap Palestina dianggap wajar karena dikatakan 'hanya membela diri' demi mempertahankan negara demokratis. Ini indoktrinasi Amerika Serikat dan Israel.
Dalam bukunya Pirates dan Emperors, Noam Chomsky mengecam AS dan Israel sebagai negara teroris utama di dunia. Dalam perang saat ini, pasti Israel akan membunuh lebih banyak orang Palestina dan meng hancurkan Gaza lebih jauh.
Namun, itu tidak akan membuat per lawanan Palestina berhenti. Gaza dan Tepi Barat hanya akan tenang kalau hak-hak fundamental Palestina ditegakkan.
*Naskah opini Smith Alhadar Penasihat pada Indonesian Society for middle East Studies (ISMES), Harian Republika, 2019