Jumat 04 Jun 2021 19:21 WIB

Serangan Israel Tinggalkan Trauma Mendalam Bagi Anak Gaza

Sekitar 60 persen anak di Gaza menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Serangan Israel Tinggalkan Trauma Mendalam Bagi Anak Gaza . Anak-anak berkumpul di samping kawah tempat rumah Ramez al-Masri dihancurkan oleh serangan udara sebelum gencatan senjata tercapai setelah perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, Minggu, 23 Mei 2021, di Beit Hanoun. , Jalur Gaza utara.
Foto: AP / John Minchillo
Serangan Israel Tinggalkan Trauma Mendalam Bagi Anak Gaza . Anak-anak berkumpul di samping kawah tempat rumah Ramez al-Masri dihancurkan oleh serangan udara sebelum gencatan senjata tercapai setelah perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, Minggu, 23 Mei 2021, di Beit Hanoun. , Jalur Gaza utara.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Serangan-serangan zionis Israel selama hampir dua pekan di akhir Mei, meninggalkan trauma yang mendalam bagi anak-anak Gaza.

Serangan selama 11 hari itu telah membuat 66 anak meninggal dunia dan 450 anak luka-luka. Sebanyak 11 anak yang meninggal dalam serangan bom juga sempat menjalani kesehatan mental akibat trauma dari perang sebelumnya.

Baca Juga

Save the Children mengatakan anak-anak di Gaza menderita ketakutan dan kecemasan, kurang tidur, dan menunjukkan tanda-tanda kesusahan yang mengkhawatirkan, termasuk gemetar terus-menerus, dan mengompol.

Serangan bom beberapa waktu lalu, menurut warga Palestina, adalah yang terburuk yang pernah mereka lihat. Serangan itu juga lebih berdampak buruk pada anak-anak dan keluarga mereka untuk generasi mendatang.

Setidaknya 90 persen penduduk Palestina membutuhkan dukungan dan perawatan kesehatan mental sebagai akibat dari serangan militer Israel yang berulang dan kondisi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza. Seorang psikiater Palestina dari wilayah yang terkepung Khaled Yousef Melad mengatakan Gaza mengalami apa yang disebut perang psikologis.

“Perang psikologis memiliki lebih banyak efek jangka panjang daripada kehancuran yang meluas. Faktanya, disabilitas psikologis lebih berbahaya daripada disabilitas fisik,” kata Melad dilansir di Al Araby, Jumat (4/6).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement