REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU – Kelompok bersenjata menyerang Desa Solhan di Provinsi Yagha, yang berbatasan dengan Niger pada Jumat (4/6) malam dan menewaskan sekitar 100 warga. Ini adalah serangan paling mematikan yang pernah terjadi di Burkina Faso, yang dilanda konflik dalam beberapa tahun.
Juru bicara pemerintah, Ousseni Tamboura, dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (5/6) mengatakan, kelompok bersenjata juga menyerang pasar lokal. Selain itu beberapa rumah juga dibakar di daerah menuju perbatasan Niger. Pemerintah telah mengumumkan masa berkabung nasional selama 72 jam.
“Kita harus tetap bersatu dan solid melawan kekuatan obskurantis ini,” kata Presiden Burkina Faso, Roch Marc Christian Kabore, dilansir Aljazirah, Ahad (6/6).
Seorang warga setempat yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, saat terjadi serangan, dia sedang mengunjungi kerabatnya di sebuah klinik medis di Kota Sebba yang terletak sekitar 12 kilometer dari tempat serangan. Warga tersebjt mengatakan, dia melihat banyak orang terluka memasuki klinik.
“Saya melihat 12 orang di satu ruangan dan sekitar 10 orang di ruangan lain. Ada banyak kerabat yang merawat yang terluka. Ada juga banyak orang berlarian dari Solhan untuk memasuki Sebba. Mereka sangat takut dan khawatir,” kata warga itu kepada kantor berita The Associated Press melalui telepon.
Solhan, sebuah komunitas kecil yang terletak sekitar 15 kilometer dari Sebba, yang merupakan kota utama di provinsi Yagha. Kota ini telah dilanda berbagai serangan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 14 Mei, Menteri Pertahanan, Cheriff Sy, dan petinggi militer mengunjungi Sebba untuk meyakinkan orang-orang bahwa kehidupan telah kembali normal, setelah sejumlah operasi militer. Tahun lalu, pemerintah meminta bantuan milisi sukarelawan untuk membantu tentara. Tetapi mereka telah melakukan pembalasan oleh pemberontak yang menyerang mereka, dan masyarakat yang mereka bantu.
Burkina Faso telah dicengkeram krisis keamanan yang telah menyebar di bagian barat wilayah Sahel dalam beberapa tahun terakhir. Ini merupakan salah satu krisis kemanusiaan paling akut di dunia.
Sekitar 1,2 juta orang di Burkina Faso terpaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik yang berlangsung sejak lama. Kelompok bersenjata yang memiliki hubungan dengan Alqaeda dan ISIS meningkatkan serangan terhadap tentara dan warga sipil, meskipun ada kehadiran ribuan tentara Prancis dan kekuatan internasional serta regional lainnya di Sahel.
“Jelas bahwa kelompok-kelompok militan telah bergeser untuk memperburuk situasi di Burkina Faso, dan memindahkan upaya mereka ke daerah-daerah di luar jangkauan langsung koalisi kontra-terorisme pimpinan Prancis yang memerangi mereka di wilayah perbatasan tiga negara,” ujar peneliti senior di Proyek Data Lokasi & Peristiwa Konflik Bersenjata, Heni Nsaibia, mengacu pada daerah perbatasan Burkina Faso, Niger dan Mali di mana otoritas lokal telah dikuasai.
Kelompok bersenjata telah mendorong ketegangan agama dan etnis antara komunitas petani serta penggembala di tiga negara. Hal ini untuk meningkatkan perekrutan di antara komunitas yang terpinggirkan.