REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebanyak 100 mantan presiden, perdana menteri, dan menteri luar negeri mendesak negara-negara kaya dari Kelompok Tujuh (G7) untuk membayar vaksinasi virus corona global. Desakan itu guna membantu menghentikan mutasi virus sebagai ancaman dunia.
Para pemimpin mengajukan banding menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Inggris yang dimulai pada Jumat (11/6). Dalam pertemuan itu akan berkumpul secara langsung para pemimpin Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Italia, Kanada, dan Jepang.
Dalam surat kepada G7, para mantan pemimpin dunia mengatakan, kerja sama global telah gagal pada 2020 tetapi 2021 dapat mengantarkan era baru. "Dukungan dari G7 dan G20 yang membuat vaksin mudah diakses negara berpenghasilan rendah dan menengah bukanlah tindakan amal, tetapi lebih merupakan kepentingan strategis setiap negara," kata surat itu.
Beberapa tokoh penandatangan surat tersebut adalah mantan perdana menteri Inggris Gordon Brown dan Tony Blair, mantan sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban-Ki Moon, dan 15 mantan pemimpin Afrika. Mereka mengatakan, G7 dan para pemimpin lain yang diundang ke KTT harus menjamin untuk membayar sekitar 30 miliar dolar AS per tahun selama dua tahun untuk memerangi pandemi di seluruh dunia.
"Bagi G7 untuk membayar bukanlah amal, itu perlindungan diri untuk menghentikan penyebaran penyakit, bermutasi dan kembali mengancam kita semua," kata Brown.
Brown menyatakan, biaya hanya 0,43 dolar AS per orang per pekan di Inggris. Jumlah tersebut adalah harga kecil untuk membayar polis asuransi terbaik di dunia.
Permohonan tersebut bertepatan dengan jajak pendapat oleh badan amal Save the Children yang menemukan dukungan publik yang kuat di Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Kanada. Peserta survei di negara itu meminta untuk G7 yang membayar 66 miliar dolar AS yang dibutuhkan untuk vaksin Covid-19 secara global.