REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mendorong China berperan dalam penyelesaian krisis di Myanmar. Retno menekankan pentingnya pemulihan demokrasi di negara tersebut dijadikan sebagai prioritas.
“Yang pertama mengenai masalah Myanmar, saya sampaikan kembali bahwa keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Myanmar serta pemulihan demokrasi harus menjadi prioritas kita,” kata Retno dalam pengarahan pers seusai berpartisipasi dalam pertemuan khusus para menlu ASEAN dengan Menlu China Wang Yi yang digelar secara fisik di Chongqing, Senin (7/6).
Menurut Retno, ASEAN telah bekerja keras untuk berkontribusi menyelesaikan krisis Myanmar. ASEAN Leaders Meeting yang digelar di Jakarta pada 24 April lalu menjadi bukti ikhtiar ASEAN. Sebab dari pertemuan itu, tercetus 5 point of consensus.
“Tugas ASEAN sekarang ini adalah segera mengimplementasikannya. Dukungan China kepada ASEAN guna menindaklanjuti 5 point of concensus akan sangat dihargai, karena hal ini akan memberikan kontribusi bagi upaya mencapai solusi damai atas krisis yang terjadi,” ujar Retno.
Retno menjelaskan mandat para pemimpin ASEAN mengenai 5 point of concensus sudah sangat jelas. Tugas para menlu ASEAN adalah memastikan tindak lanjut dapat dilakukan segera.
“Selain memerlukan komitmen sembilan negara anggota ASEAN untuk terus bekerja mendorong implementasi 5 point of concensus, keberhasilannya memerlukan komitmen Myanmar, terutama pihak militer,” ucapnya.
Dalam 5 point of concensus, ASEAN menyerukan agar aksi kekerasan segera diakhiri dan para pihak menahan diri sepenuhnya. Myanmar pun diminta segera memulai dialog konstruktif guna menemukan solusi damai.
Utusan khusus ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. Selain itu, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. Terakhir, utusan khusus dan delegasi ASEAN akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).
Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.
Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan.
Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Menurut Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), hingga 2 Juni terdapat 842 warga yang meninggal dalam unjuk rasa.