REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW — Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani undang-undang yang meresmikan keluarnya negara itu dari perjanjian kontrol senjata yang dikenal sebagai Open Skies. Ini adalah sebuah pakta yang memungkinkan penerbangan pengintai tidak bersenjata di atas negara-negara anggota yang tergabung dalam kesepakatan.
Sebelumnya, Putin diharapkan dapat melakukan pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden saat bertemu dalam pertemuan di Jenewa, Swiss pada akhir bulan ini. Namun, Washington memberitahukan Moskow bahwa mereka tak akan kembali memasuki pakta tersebut setelah memutuskan keluar di era pemerintahan mantan presiden Donald Trump pada tahun lalu.
Rusia mengatakan keputusan AS untuk menarik diri dari perjanjian secara signifikan telah menganggu keseimbangan dan kepentingan di antara negara anggota pakta. Hal ini pun telah membuat keputusan untuk keluar dilakukan.
“Ini menyebabkan kerusakan serius pada ketaatan perjanjian dan signifikansinya dalam membangun kepercayaan dan transparansi, menyebabkan ancaman bagi keamanan nasional Rusia,” ujar Kremlin dalam sebuah pernyataan di situs web resmi dilansir Metro, Senin (7/6).
Moskow telah mengharapkan Biden membalikkan keputusan Trump. Namun, pemerintahanan yang dipimpin presiden baru AS ini tidak mengubah keputusan dan menuding Rusia melanggar pakta tersebut.
Pada Januari, Rusia mengumumkan rencana untuk meninggalkan perjanjian tersebut. Pemerintah kemudian mengajukan undang-undang ke parlemen untuk meresmikan keluarnya negara ini dari pakta.
Para pejabat Rusia mengatakan mereka menyesali keputusan AS untuk tidak bergabung kembali. Rusia menyebutnya sebagai kesalahan politik dan memperingatkan langkah itu tidak akan menciptakan suasana yang kondusif untuk diskusi pengendalian senjata di konferensi tingkat tinggi (KTT) di Jenewa akhir bulan ini.