REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- PBB mengingatkan negara bagian Kayah di Myanmar terancam kelaparan dengan lebih dari 100.000 warga mengungsi untuk menghindari konflik.
"Serangan brutal junta tanpa pandang bulu mengancam kehidupan ribuan pria, wanita dan anak-anak di Negara Bagian Kayah," kata Thomas Andrews, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, dalam pernyataannya pada Rabu (9/6).
Negara Bagian Kayah, yang berbatasan dengan Thailand, adalah salah satu dari beberapa wilayah di mana relawan Pasukan Pertahanan Rakyat terlibat perang dengan tentara Myanmar.
Tentara junta pun merespons perlawanan pasukan sipil dengan artileri dan serangan udara, yang memicu eksodus warga ke hutan terdekat.
"Kematian massal akibat kelaparan, penyakit, dalam skala yang belum pernah kita lihat sejak kudeta 1 Februari, bisa terjadi di Negara Bagian Kayah," ucap dia.
Thailand, yang mengkhawatirkan banjir pengungsi, telah menyatakan keprihatinannya tentang pertempuran di Myanmar dan mendesak junta untuk mengambil langkah-langkah yang disepakati negara-negara Asia Tenggara lainnya guna menyelesaikan konflik. Namun, junta tidak terlalu mengindahkan tuntutan ASEAN untuk menghormati "konsensus" GUNA mengakhiri kekerasan dan mengadakan pembicaraan politik dengan oposisi.
Kelompok pemantau sipil mengatakan junta Myanmar telah menewaskan sedikitnya 857 pengunjuk rasa sejak kudeta 1 Februari.