REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH - Pasukan Israel dilaporkan menembak sedikitnya tiga warga Palestina hingga meninggal dałam operasi yang disebut sebagai misi rahasia. Termasuk di antara korban adalah dua perwira intelijen militer Otoritas Palestina.
Kementerian Kesehatan Palestina mengidentifikasi dua petugas tersebut sebagai Adham Yasser Alawi (23) dan Tayseer Issa (32). Kantor berita Palestina, Wafa, melaporkan korban ketiga adalah Jamil al-Amuri yang telah ditahan di penjara Israel.
Perwira Palestina lainnya bernama Muhammad al-Bazour dilaporkan terluka parah selama misi rahasia Israel tersebut. Saat ini ia telah mendapat perawatan di rumah sakit.
Sebuah video daring menunjukkan, petugas Palestina berlindung di belakang kendaraan ketika suara tembakan terdengar di latar belakang. Seseorang berteriak bahwa mereka sedang baku tembak dengan pasukan ‘penyamaran’ Israel.
Media Israel melaporkan Al-Amuri adalah mantan tahanan dan anggota Jihad Islam Palestina. Meski demikian, laporan ini belum dikonfirmasi oleh pejabat Palestina.
Dilansir Aljazirah pada Kamis (10/6), insiden tersebut adalah bagian dari operasi rahasia Israel di dalam kendaraan sipil. Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengutuk apa yang disebutnya ‘eskalasi Israel yang berbahaya’, dengan mengatakan ketiganya dibunuh oleh pasukan khusus Israel yang menyamar sebagai orang Palestina selama penggerebekan.
Militer dan polisi Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar. Namun, seorang pejabat Israel secara anonim mengatakan para perwira Palestina meninggal dalam baku tembak.
“Para saksi di lapangan mengatakan pasukan Israel juga menembaki anggota intelijen militer Palestina, petugas yang berada di dekat lokasi kejadian, di luar gedung keamanan mereka sendiri,” ujar laporan dari Harry Fawcett dari Aljazirah.
Di bawah perjanjian perdamaian sementara yang ditandatangani pada 1990-an, Otoritas Palestina (PA) memiliki otonomi terbatas di kantong-kantong yang tersebar yang bersama-sama membentuk sekitar 40 persen dari Tepi Barat yang diduduki. Israel memiliki otoritas keamanan menyeluruh di Tepi Barat dan secara rutin melakukan serangan penangkapan di kota-kota Palestina dan kota-kota yang dikelola oleh PA.
Sementara, di bawah perjanjian Oslo 1993 PA berkewajiban untuk berbagi informasi dengan Israel tentang setiap perlawanan bersenjata terhadap pendudukan Israel dalam praktik yang dikenal sebagai koordinasi keamanan yang sempat ditangguhkan tahun lalu setelah rencana Israel untuk mengambil alih wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Hamas, faksi politik Palestina yang memerintah Jalur Gaza mengkritik PA atas koordinasi keamanan, karena banyak anggota Hamas yang ditangkap akibat kerja sama PA dan otoritas Israel.