REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Komite Tinggi Tindak Lanjut untuk Warga Arab Israel (HFC) mengutuk penangkapan Imam Masjid Agung Omari di kota Lod saat fajar, Kamis (17/6) lalu. Penangkapan Sheikh Yousef Al Baz dinilai sebagai bagian dari kampanye terorganisir yang menargetkan tokoh-tokoh politik dan kepemimpinan.
Komite tersebut mengatakan sekitar 1.800 aktivis telah ditangkap oleh otoritas Israel selama beberapa pekan terakhir.
"Tujuannya adalah untuk mengintimidasi massa dan menghalangi mereka yang ingin mengklaim hak-hak politik dan sipil mereka yang sah," kata mereka dikutip di Middle East Monitor, Jumat (18/6).
Penangkapan Sheikh Al Baz terjadi kurang dari 24 jam setelah anggota Knesset, Itamar Ben-Gvir, mengirim surat kepada Direktur Unit Investigasi untuk Misi Khusus di dinas kepolisian, Shlomi Abramson.
Abramson disebut berbicara selama penyelidikan Knesset minggu ini dan membantah di depan Ben-Gvir terkait menerima keluhan terhadap Imam. Surat Ben-Gvir rupanya digunakan sebagai alasan penangkapan Syekh Al Baz.
"Ben-Gvir adalah pengikut Meir Kahane, seorang teroris terkenal pada zamannya, dan memimpin kampanye penghasutan berdarah terhadap rakyat kami," kata komite tersebut.
Perlakuan ini disebut telah menunjukkan sejauh mana dogma ilegal Kach menyusup ke dalam koridor rezim Israel.
Seorang anggota senior komite, Muhammad Kanaana, juga ditangkap karena diduga menghasut masyarakat menghadapi gerombolan pemukim Israel yang mengambil bagian dalam "Pawai Bendera" sayap kanan melalui Yerusalem awal pekan ini, yang dipimpin Ben-Gvir.
Beberapa video telah muncul di media sosial, yang mengekspos rasisme dan kebencian memalukan dari para demonstran. Banyak dari para demonstran ini adalah anak-anak.
"Semua ini terjadi di bawah perlindungan angkatan bersenjata pendudukan dan dengan persetujuan langsung dari pemerintah," kata komite itu.
HFC lantas menegaskan keyakinan bahwa hari-hari kekuasaan militer di Israel telah kembali. Mereka juga menilai, badan-badan intelijen adalah pemerintah sebenarnya dari negara tersebut.
Sumber: middleeastmonitor