REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Program Pangan Dunia PBB (WFP) jumlah orang di dunia yang berada di ambang kelaparan telah meningkat. Pada awal tahun, diproyeksikan angkanya mencapai 34 juta. Namun memasuki Juni, ia berubah menjadi 41 juta.
Juru bicara WFP Tomson Phiri mengungkapkan, dunia tidak lagi bergerak menuju Zero Hunger. Lebih dari 270 orang diperkirakan mengalami kerawanan pangan akut atau berisiko tinggi pada 2021.
"Rencana Respons Operasional Global terbaru WFP menemukan bahwa kelaparan, yang didorong oleh konflik dan dipicu guncangan iklim serta penurunan ekonomi akibat (pandemi) Covid-19 dapat segera menjadi kenyataan bagi jutaan orang," kata Phiri saat berbicara kepada awak media di kantor PBB di Jenewa, Swiss, pada Jumat (18/6), dikutip laman Anadolu Agency.
Dia menyebut, mereka yang berada di ambang kelaparan harus segera memperoleh bantuan. "Tanpa bantuan makanan darurat segera, mereka juga menghadapi kelaparan, karena kejutan sekecil apa pun akan mendorong mereka ke jurang kelaparan,” ujarnya.
Phiri mengungkapkan, WFP melakukan operasi paling luas dalam sejarahnya, yakni menargetkan 139 juta orang tahun ini. "Kami sangat prihatin dengan orang-orang yang paling rentan di dunia karena harga pangan terus meningkat secara global," ucapnya.
WFP membutuhkan dana lima miliar dolar AS untuk operasi atau misinya tahun ini. Menurut Phiri, WFP menerima rekor pendanaan dari donor tahun lalu. "Tapi situasi pada 2021 tidak seperti biasanya. Ini semakin buruk. Dan sementara secara keseluruhan kami belum mendaftar, kontribusi dari donor berkurang, kebutuhan melebihi sumber daya yang tersedia,” ungkapnya.
WFP memperingatkan, kekurangan dana yang signifikan di Afrika Timur dan Selatan, serta Timur Tengah, telah memaksa pemotongan jatah pada beberapa orang paling rentan di dunia. Mereka mengandalkan bantuan WFP untuk bertahan hidup.
Di Afrika Timur saja, hampir tiga perempat pengungsi telah dipotong jatahnya hingga 50 persen. Tahun ini, sekitar 584 ribu orang kemungkinan akan menghadapi kondisi seperti kelaparan di Ethiopia, Madagaskar, Sudan Selatan, dan Yaman. Nigeria dan Burkina Faso juga menjadi perhatian khusus.