REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pandemi Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap rencana integrasi ASEAN. Untuk itu, dalam menyusun rencana kerja inisiatif integrasi (2021-2025), Sekretariat ASEAN ikut menitikberatkan efek pandemi.
"Pandemi membawa efek detrimental signifikan di kawasan sehingga memang rencana kerja yang disiapkan harus merespons efek tersebut," kata Senior Officer Divisi Inisiatif untuk Integrasi ASEAN dan Pengurangan Gap Pembangunan pada Sekretariat ASEAN, Intani Kusuma.
Intani menyampaikannya saat mengisi kuliah tamu virtual yang diselenggarakan Paramadina Graduate School of Diplomacy (PGSD), Universitas Paramadina, Jakarta, Sabtu (19/6). Acara bertajuk "ASEAN's efforts in narrowing development gap among ASEAN member countries".
Dalam kegiatan tersebut, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) yang juga merupakan dosen PGSD, Anton Aliabbas, bertindak sebagai pembahas diskusi. Acara turut dihadiri Wakil Rektor Universitas Paramadina Handi Risza, Direktur PGSD Shiskha Prabawaningtyas, dan Ketua Prodi S1 Hubungan Internasional Tatok Djoko Sudiarto.
Menurut Intani, selama ini ASEAN telah tumbuh sebagai kekuatan ekonomi nomor lima di dunia. Karena itu, pihak Sekretariat ASEAN memperbanyak inisiatif baru dalam rangka merespons dampak pandemi.
Dalam bidang layanan kesehatan, misalnya, ada pemberian dukungan teknis dan peningkatan kapasitas di kawasan pedesaan. Terutama bagi warga pedesaan yang ada di negara Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar.
Desain proyek yang disiapkan bertujuan menunjang pengurangan kesenjangan pembangunan dan selalu merujuk kesepakatan para pemimpin negara anggota ASEAN. "Adopsi digital untuk keamanan kesehatan termasuk juga asistensi pembangunan kerangka nasional kesehatan terutama urusan malnutrisi mendapat atensi tersendiri," ujar Intani.
Dalam kesempatan sama, Anton mengatakan pesatnya pembangunan negara-negara di kawasan mempunyai dampak bagi rencana integrasi ASEAN. Sebab, pembangunan yang terjadi di kawasan tidak merata sehingga berpotensi memicu disintegrasi kawasan.
"Jika tidak ditangani secara serius maka ketiadaan kebijakan regional dalam merespons problem ketidakseimbangan horizontal akan menambah kompleksitas masalah di kawasan," tutur Anton.
Untuk itu, dirinya berharap negara anggota ASEAN dapat segera memperkuat peran dan kewenangan Sekretariat ASEAN. Sebab, penguatan mekanisme institusional semakin dibutuhkan dalam mengakselerasi program pengurangan disparitas pembangunan di ASEAN.
Walaupun, lanjut dia, Sekretariat ASEAN tetap harus memperbaiki mekanisme kerja birokrasi internal yang lebih mengedepankan kolaborasi antardivisi. Mengingat, isu pembangunan adalah transsektoral.
"Tanpa penguatan peran Sekretariat ASEAN, program yang disiapkan untuk menutup kesenjangan pembangunan ini tidak akan dapat berjalan secara efektif," ungkap Anton.
Saat menutup kegiatan, Direktur PGSD Shiskha Prabawaningtyas menekankan pentingnya Sekretariat ASEAN melibatkan media dalam mendorong agenda integrasi ASEAN. Sebab, menurut dia selama ini perhatian media tidak terlalu banyak pada isu tersebut.
"Menggandeng media akan menjadi strategis dalam rangka turut mengarusutamakan peran ASEAN dalam mempersempit jurang kesenjangan kondisi ekonomi negara anggota, tidak hanya isu politik keamanan," ucap Shiskha.