Senin 21 Jun 2021 16:04 WIB

Ekspor Industri Pengolahan Capai 66,70 Miliar Dolar AS

Industri pengolahan memberikan kontribusi paling tingg terhadap ekspor nasional.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja ekspor industri pengolahan menunjukkan tren positif di tengah ancaman dampak pandemi Covid-19. Agresivitas sektor manufaktur menembus pasar internasional ini dinilai turut mengakselerasi upaya pemulihan ekonomi nasional.

“Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing industri nasional. Tujuannya agar bisa menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi dan kompetitif di mancanegara. Sudah banyak pelaku industri kita yang produknya menguasai kancah global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (21/6).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada Januari sampai Mei 2021, nilai ekspor industri pengolahan mencapai 66,70 miliar dolar AS. Angka itu naik 30,53 persen dibandingkan periode sama 2020 sebesar 51,10 miliar dolar AS. 

Dari capaian tersebut, industri pengolahan memberikan kontribusi paling tinggi, yakni sebesar 79,42 persen dari total ekspor nasional yang berada di angka 83,99 miliar dolar AS. Menurut Menperin, besarnya proporsi ekspor produk industri pengolahan sekaligus menggambarkan telah terjadi pergeseran ekspor Indonesia dari komoditas primer kepada produk manufaktur bernilai tambah tinggi. 

Hal ini dinilai dapat menghindarkan ekspor dari gejolak harga komoditas primer. “Oleh karenanya, Kementerian Perindustrian bertekad terus memacu hilirisasi industri, karena berdampak positif dan memberikan multiplier effect yang luas, termasuk dalam penerimaan devisa melalui capaian ekspor,” ujar dia. 

 Membaiknya kinerja ekspor selama lima bulan ini, lanjutnya, mencatatkan surplus perdagangan sebesar 10,17 miliar dolar AS. “Kami akan tetap fokus menggenjot kinerja industri berorientasi ekspor yang memiliki keunggulan komparatif dan berkelanjutan. Selain itu, agar kita dapat bersaing dengan negara-negara lain, hilirisasi harus terus dijalankan demi mencapai keunggulan kompetitif dan mengoptimalkan sumber daya alam kita agar bisa bernilai tambah tinggi,” tuturnya. 

Agus melanjutkan, kebijakan proinvestasi dan proekspor perlu dibarengi kebijakan peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri. ”Sebagai salah satu upaya peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri, Kemenperin telah menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022,” tegas Menperin.

Pemerintah, kata dia, mendorong sektor industri melakukan perluasan pasar ekspor. Khususnya pasar-pasar nontradisional seperti ke Afrika, Asia Selatan, dan Eropa Timur. Di samping itu, perlu dilakukan percepatan penyelesaian perundingan dengan negara-negara potensial sebagai agenda prioritas.

Saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama ekonomi komprehensif dengan Australia, Korea, dan Uni Eropa. Implementasi 23 perjanjian perdagangan bilateral dan regional yang sudah ditandatangani juga harus benar-benar dimanfaatkan oleh para pelaku industri di Indonesia. Misalnya melalui IA-CEPA, salah satu peluangnya yaitu meningkatkan ekspor sektor otomotif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement