REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO menolak menjalin kontak dengan militer Rusia meskipun ketegangan di Eropa meningkat.
"NATO sama sekali tidak ingin berkomunikasi melalui militer," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov saat Konferensi Keamanan Internasional Moskow, Kamis (24/6).
Menurut Lavrov, Rusia telah menyarankan NATO untuk menyepakati latihan militer jauh dari perbatasan satu sama lain dan tidak meluncurkan rudal jarak menengah maupun pendek di Eropa, tetapi tidak mendapat respons apa pun.
"Usulan konstruktif Rusia untuk mengurangi ketegangan militer di sepanjang jalur kontak antara negara kita dan Aliansi Atlantik Utara sudah ada di atas meja selama hampir dua tahun," ungkap dia.
Mengacu pada penarikan Rusia dari Perjanjian Langit Terbuka (Open Skies Treaty), Lavrov menyebut NATO munafik. Uni Eropa dan NATO mendesak Rusia untuk tidak "menggagalkan" perjanjian itu meskipun Amerika Serikat-lah yang pertama kali mengumumkan keluar dari perjanjian itu.
"Yang mengejutkan adalah reaksi munafik NATO dan Uni Eropa. Mereka meminta Moskow untuk tidak menghancurkan perjanjian itu, seolah-olah mereka melupakan keputusan mundurnya Washington sebagai akar penyebab krisis saat ini," ujar menlu.
"Bahkan, negara-negara Barat selama 10 tahun terakhir ini mengabaikan kewajibannya di bawah Perjanjian Langit Terbuka," kata dia lagi.
Perjanjian Langit Terbuka berlaku mulai 1 Januari 2002. Perjanjian itu dibuat untuk meningkatkan saling pemahaman dan transparansi dalam aktivitas militer. November lalu, AS di bawah pemerintahan mantan presiden Donald Trump, secara sepihak menarik diri dari perjanjian itu, memicu tanggapan senada dari Rusia.
Pada 7 Juni, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani sebuah undang-undang untuk menyelesaikan proses penarikan Rusia dari perjanjian itu.