REPUBLIKA.CO.ID, SABTU -- Seorang pejabat senior AS, Joey Hood menentang normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad. Dia menegaskan Pemerintah Amerika akan tetap pada sikapnya selama belum ada perubahan signifikan terkait kepemimpinan Assad.
Seperti dilansir dari Al Arabiya, Jumat (25/6), Joey Hood yang merupakan Penjabat Asisten Sekretaris untuk Urusan Timur Tengah menyebut telah mempertimbangkan semua tindak kekejaman yang dilakukan pemimpin Suriah tersebut. Ia juga mengutip upaya berkelanjutan rezim untuk memblokir akses bantuan kemanusiaan ke banyak bagian Suriah.
“Saya juga, tentu saja, menambahkan bahwa kami memiliki sanksi Caesar [UU]. Ini adalah undang-undang yang memiliki dukungan bipartisan yang luas di Kongres dan pemerintahan [Biden] akan mengikuti undang-undang itu,” kata Hood.
“Jadi, pemerintah dan bisnis perlu berhati-hati agar transaksi yang mereka usulkan atau bayangkan tidak membuat mereka terkena potensi pencegahan dari Amerika Serikat karena tindakan itu,” tambahnya.
Caesar Act adalah undang-undang yang diterapkan oleh pemerintahan Trump Juni lalu dalam upaya untuk menggagalkan potensi transaksi bisnis dengan rezim Assad. Pada bulan Maret, diplomat utama UEA mengatakan sanksi AS adalah tantangan terbesar untuk bekerja dengan Suriah.
Seperti diketahui, Assad terpilih kembali untuk masa jabatan keempat bulan lalu dalam apa yang disebut Barat sebagai “pemilihan tidak sah." Dia telah memerintah Suriah sejak tahun 2000.
Selama sepuluh tahun terakhir, tindakan kerasnya yang mematikan dan protes brutalnya terhadap apa yang dimulai sebagai pro-demokrasi damai pada 2011 telah merusak masa jabatannya. Meskipun ditendang keluar dari Liga Arab, negara-negara di Timur Tengah telah melunakkan sikap mereka terhadap Assad dan pemerintahannya dalam beberapa tahun terakhir.
Uni Emirat Arab dan Bahrain membuka kembali kedutaan mereka di Damaskus pada 2019, dan tahun lalu, Oman menjadi negara Teluk pertama yang mengirim duta besarnya kembali ke Suriah. Suriah juga telah mendorong lebih banyak negara di kawasan itu untuk menormalkan hubungan. Namun, bayang-bayang sanksi ekonomi AS terus menimbulkan ancaman.
Setidaknya 400 ribu orang tewas akibat perang yang sedang berlangsung di Suriah dan lebih dari enam juta warga mengungsi.