REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Milisi yang didukung Iran di bawah payung Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) telah mengancam akan membalas serangan udara Amerika Serikat (AS) di fasilitas mereka. Sebanyak lima milis tewas dalam serangan itu.
PMF mengatakan bahwa serangan itu mengakibatkan kemartiran sekelompok pahlawan. "Kami akan tetap menjadi tameng membela bangsa kita tercinta, dan kami sepenuhnya siap ... untuk merespons dan membalas dendam," ujar kelompok itu dikutip dari Middle East Monitor.
Serangan yang dilakukan AS menargetkan dua fasilitas di Suriah dan satu di Irak. Fasilitas tersebut dilaporkan digunakan oleh milisi, termasuk Kataib Hezbollah dan Kataib Sayyid Al-Shuhada.
Menurut sebuah pernyataan dari Departemen Pertahanan AS, target dipilih karena fasilitas ini digunakan oleh milisi yang didukung Iran. Milisi tersebut terlibat dalam serangan kendaraan udara tak berawak (UAV) terhadap personel dan fasilitas AS di Irak.
Serangan itu, menurut Departemen Pertahanan AS, membuktikan komitmen Presiden Joe Biden untuk melindungi personel AS. Serangan Washington pada target PMF terjadi setelah berbulan-bulan ketegangan dengan Baghdad.
Serangan milisi telah menargetkan pangkalan militer AS dan Kedutaan Besar AS di Zona Hijau ibu kota. Pemerintah Irak berada di bawah tekanan yang signifikan untuk memaksa milisi mengakhiri serangan dan mengendalikan mereka. Sejauh ini, mereka gagal melakukan itu, seperti yang terlihat dalam penyerbuan milisi ke Baghdad dan Zona Hijau awal bulan ini setelah seorang pemimpin PMF ditangkap.
Meskipun secara resmi bagian dari angkatan bersenjata Irak, PMF sebagian besar beroperasi secara independen dan dengan pengawasan dan dukungan yang signifikan dari Iran dan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC). Menurut laporan baru-baru ini, Teheran juga telah melatih beberapa milisi tersebut dalam bentuk peperangan tingkat lanjut seperti pengoperasian UAV dan pengawasan.