REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, menyampaikan Israel memberlakukan apartheid terhadap Palestina.
Dia menyerukan pendekatan baru yang berfokus pada mengakhiri pendudukan dan memastikan persamaan hak dan menjauh dari proses perdamaian tradisional.
Ban mengatakan kebijakan internasional terhadap Israel-Palestina harus mengakui asimetri mendasar antara para pihak. "Ini bukan konflik antara kesetaraan yang dapat diselesaikan melalui negosiasi bilateral, langkah-langkah membangun kepercayaan atau urutan langkah bersama yang menjadi alat resolusi konflik tradisional," kata dia dilansir di Middle East Eye, Rabu (30/6).
Sebaliknya, Ban berpendapat, konflik tersebut adalah melibatkan negara yang kuat di mana Israel mengendalikan Palestina melalui pendudukan terbuka.
Sekjen PBB 2007-2016 itu mengungkapkan, sudah jelas bahwa Israel berusaha untuk membuat pendudukannya atas wilayah Palestina dan dominasi struktural atas rakyat Palestina menjadi permanen.
"Ini memberi dua rezim hukum yang diberlakukan di wilayah Palestina oleh Israel, bersama dengan tindakan tidak manusiawi dan kasar yang dilakukan terhadap warga Palestina, signifikansi baru, yang menghasilkan situasi yang bisa dibilang merupakan apartheid," kata Ban dalam artikel yang dimuat di Financial Times.
Pernyataan Ban muncul beberapa pekan setelah Human Rights Watch juga menuduh Israel mempraktikkan apartheid terhadap Palestina. Apartheid sendiri adalah sebuah sistem pemerintahan yang memastikan dominasi oleh satu kelompok ras atas yang lain melalui penindasan sistemik.
Kelompok hak asasi manusia Israel B'Tselem juga sampai pada penilaian yang sama dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan Januari. "Rezim Israel, yang menguasai semua wilayah antara Sungai Yordan dan Laut Mediterania, berusaha untuk memajukan dan memperkuat supremasi Yahudi di seluruh wilayah," kata laporan B'Tselem.
"Untuk itu, dia telah membagi wilayah itu menjadi beberapa unit, masing-masing dengan seperangkat hak yang berbeda untuk orang Palestina, selalu kalah dengan hak-hak orang Yahudi. Sebagai bagian dari kebijakan ini, banyak hak orang Palestina ditolak, termasuk hak untuk merdeka," ujarnya.
Namun, Israel dan para pendukungnya, termasuk pemerintah Amerika Serikat, dengan tegas menolak label apartheid. Bahkan, bulan lalu, empat anggota Kongres Yahudi Demokrat menuduh rekan-rekan mereka yang menggambarkan Israel sebagai negara apartheid antisemitisme. "Pernyataan-pernyataan ini antisemit pada intinya dan berkontribusi pada iklim yang memusuhi banyak orang Yahudi," tulis anggota parlemen tersebut dalam sebuah surat.