Kamis 01 Jul 2021 20:30 WIB

Turki Keluar Perjanjian Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan

Ribuan orang berencana untuk menggelar protes di seluruh Turki pekan ini.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: Turkish Presidency via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki resmi keluar dari perjanjian internasional untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan. Keputusan yang diumumkan Presiden Tayyep Erdogan pada Maret lalu ini menuai kecaman dari dalam maupun luar negeri.

Ribuan orang berencana untuk menggelar protes di seluruh Turki pekan ini. Ketika pengadilan banding menolak gugatan untuk menunda keputusan tersebut.

Baca Juga

"Kami akan terus berjuang, dengan keputusan ini Turki menembak kakinya sendiri," kata presiden Asosiasi Federasi Perempuan Turki, Canan Gullu, Kamis (1/7).

Ia mengatakan sejak Maret lalu perempuan dan kelompok-kelompok rentan lainnya sudah mulai semakin enggan meminta bantuan dan semakin kecil kemungkinan mereka mendapatkannya. Sementara kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19 meningkatkan kekerasan terhadap mereka.

Konvensi Istanbul yang dinegosiasikan di kota terbesar di Turki dan ditanda tangani tahun 2011 menekankan komitmen para negara penandatangan mencegah dan mempresekusi kekerasan dalam rumah tanggan dan mempromosikan kesetaraan.

Amerika Serikat dan Uni Eropa mengecam langkah pemerintah Erdogan. Kritikus mengatakan Turki semakin menjauh dari Uni Eropa padahal mereka berusaha masuk blok itu sejak tahun 1982.

Pembunuhan terhadap perempuan melonjak di Turki, salah satu kelompok pemantau mencatat selama lima tahun terakhir kira-kira terjadi satu pembunuhan terhadap perempuan setiap hari. Pendukung Konvensi Istanbul dan undang-undang yang berkaitan mengatakan implementasi konvensi harus dilakukan lebih ketat.

Namun, kaum konservatif dari partai Erdogan, AK mengatakan perjanjian tersebut merusak struktur keluarga. Beberapa orang lainnya mengatakan perjanjian itu mempromosikan homoseksualitas melalui prinsip-prinsip non-diskriminasi berdasarkan orientasi seksual.

"Keluarnya negara kami dari konvensi tidak akan menyebabkan berkurangnya tindakan hukum atau praktek pencegahan kekerasan terhadap perempuan," kata kantor Erdogan dalam pernyataannya.

Bulan ini Komisioner Dewan Eropa untuk Hak Asasi Manusia, Dunja Mijatovic mengirimkan surat ke Kementerian Dalam Negeri dan Kehakiman Turki. Mengungkapkan keprihatinan terhadap meningkatnya narasi homophobik yang disampaikan pejabat-pejabat Turki, sebagian menyerang konvensi itu.

"Semua tindakan yang diatur Konvensi Istanbul memperkuat fondasi keluarga dan berhubungan dengan pencegahan dan perlawanan terhadap penyebab hancurnya keluarga, yakni kekerasan," katanya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement