REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan ideologi garis keras menimbulkan risiko bagi keamanan nasional, Selasa (6/7). Dia mendesak orang tua, guru, dan pemimpin agama supaya mengamati perilaku remaja dan melaporkan mereka yang melanggar hukum kepada pihak berwenang.
"Untuk waktu yang lama, warga telah terpapar pada ide-ide yang salah, seperti mencapai keadilan melalui cara-cara ilegal," kata Lam.
Lam menyatakan kekecewaan pada beberapa warga yang berduka atas kematian seorang pria berusia 50 tahun yang menikam seorang polisi sebelum bunuh diri pada 1 Juli. Dia menyatakan bahwa risiko keamanan nasional tidak hanya berasal dari tindakan ketertiban umum, tetapi juga dari ideologi.
Menurut Lam, pemerintah seharusnya tidak membiarkan ide-ide ilegal untuk menyaring ke publik melalui pendidikan, penyiaran, seni dan budaya, memperindah kekerasan dan mengaburkan hati nurani publik. "Saya juga mengimbau kepada orang tua, kepala sekolah, guru, bahkan pendeta untuk mencermati ulah remaja di sekitar mereka. Jika ada remaja yang kedapatan melakukan perbuatan melanggar hukum, harus dilaporkan," ujarnya.
Salah satu pusat keuangan di dunia ini bersikap otoriter sejak China memberlakukan undang-undang keamanan nasional tahun lalu. Aturan itu membawa perubahan pada sistem politik yang mengurangi partisipasi demokratis dan mengusir orang-orang dianggap tidak setia kepada Beijing.
Kota ini telah terpolarisasi sejak pengunjuk rasa turun ke jalan pada 2019 yang menuntut demokrasi dan akuntabilitas lebih besar atas kekerasan polisi. Pihak berwenang mengatakan protes itu dipicu oleh 'pasukan asing' dan menimbulkan risiko terhadap keamanan nasional.
Sejak undang-undang keamanan diperkenalkan, penentang pemerintah yang paling menonjol telah dipenjara atau melarikan diri ke luar negeri. Para kritikus mengatakan undang-undang itu telah menghancurkan hak dan kebebasan, sementara para pendukung mengatakan undang-undang itu telah memulihkan stabilitas.
Polisi dan pejabat keamanan mengatakan penikaman terhadap polisi berusia 28 tahun itu adalah upaya teroris. Namun, banyak warga yang justru pergi ke lokasi serangan dengan beberapa dengan anak-anak, memberi penghormatan kepada penyerang dan meletakkan bunga pada 2 Juli. Kondisi ini menuai kecaman dari Lam dan pejabat lainnya.
Lam mengatakan warga tidak boleh tertipu oleh pesan yang beredar secara daring yang menunjukkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kekerasan tersebut. "Jangan mencari alasan atas nama kekerasan," katanya.