REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin Kota Hong Kong Carrie Lam mendesak orang tua dan guru melaporkan remaja yang melanggar hukum. Hal itu disampaikan usai polisi di kota itu menangkap sembilan orang termasuk enam orang pelajar atas rencana pengeboman.
Pernyataan itu disampaikan di tengah puncak kemarahan dan frustasi warga kota atas penindakan keras pemerintah China. Hal itu terutama pada penegakan undang-undang keamanan dan perubahan legislasi pemilihan umum yang melarang politisi pro-demokrasi maju dalam pemilihan umum.
"Sudah lama warga terekspos gagasan yang salah, seperti meraih keadilan dengan cara yang ilegal," kata Lam dalam konferensi pers mingguan, seperti dikutip Aljazirah, Selasa (6/7).
Ia mengatakan keamanan nasional tidak hanya terancam oleh aksi mengganggu 'ketertiban umum' tapi juga oleh idelogi. Ia memerintahkan departemen pemerintah untuk tidak 'mengizinkan gagasan ilegal masuk ke melalui seni, budaya, pendidikan dan penyiaran'.
"Saya juga mengajak guru, kepala sekolah, orang tua, dan pastor untuk mengawasi tindakan remaja di sekitar mereka, bila ditemukan remaja yang melakukan tindakan ilegal, mereka harus dilaporkan," katanya.
Sejak China menerapkan undang-undang keamanan nasional tahun lalu pemerintah Hong Kong menjadi otoritarian. Kritikus mengatakan undang-undang tersebut untuk memandamkan gelombang unjuk rasa pro-demokrasi tahun 2019, mengikis kebebasan warga Hong Kong, dan memenjarakan tokoh-tokoh oposisi.
Satu jam usai konferensi pers Lam, unit keamanan nasional yang baru mengumumkan telah menggagalkan rencana pengeboman dan menangkap lima orang laki-laki dan empat orang perempuan. Mereka berusia antara 15 hingga 39 tahun.
Mereka ditangkap karena diduga 'berkonspirasi menggunakan bahan peledak untuk aktivitas terorisme'. Inspektur Senior Steve Li mengatakan kelompok tersebut mencoba membuat bahan peledak triacetone triperoxide (TATP) di sebuah asrama dan berencana ledakkan terowongan dan rel kereta.
"Satu bertanggung jawab atas pengadaan bahan kimia dan bahan lain yang dibutuhkan untuk rencana tersebut, sementara sekelompok kecil orang lainnya membuat bom, menggunakan peralatan kimia. Ada juga tim survei dan tim aksi, yang bertanggung jawab untuk meletakkan bom," ujar Steven.
Li menyatakan anggota kelompok itu sengaja merekrut siswa sekolah menengah yang berencana meninggalkan Hong Kong untuk selamanya.